Black garlic adalah ‘camilan’ sehat, jamu herbal bagi kesehatan tubuh, dikonsumsi terbatas pagi hari sebelum tubuh kita beraktivitas atau menjelang bobo malam. “Kukus dengan rice-cooker,” kata Easy-Soekotjo Mulyono – Foto Heryus Saputro Samhudi.
Oleh HERYUS SAPUTRO SAMHUDI
SUATU sore dua tahun silam, untuk sebuah acara pada keesokan harinya, saya dan Resti diajak Lody Korua (pegiat pencinta alam Indonesia tiga matra: darat, perairan dan udara) mampir ke rumah sahabat kami, pasangan Bing Nugroho Mulyono & Easy-Soekotjo Mulyono, di Bukit Dago di Bandung. Sebelumnya, Easy memang ‘mengancam’, agar jangan sampai kami tidak nginep di rumahnya, hi…hi…hi…!
Apa siapa Bing & Easy yang juga pehobi outdoor activity dan kolektor mobil serta sepedamotor tua?
Bukan itu yang ingin saya kisahkan. Kali ini saya hanya sekadar ingin berkisah ihwal ragam menu breakfast, sarapan pagi yang dihidangkan Easy, yang antara lain (bikin melongo dan mata saya terbelakak lebar) berupa satu pinggan porselen berukuran besar, penuh berisi black garlic.
Black garlic adalah ‘camilan’ sehat, jamu herbal bagi kesehatan tubuh, dikonsumsi terbatas pagi hari sebelum tubuh kita beraktivitas atau menjelang bobo malam. Terbuat dari bahan umbi bawang putih (Allium sativum L., atau orang sono menyebutnya garlic) food suplemen satu ini juga populer sebagai bawang putih hitam, walau setengah bercanda orang kerap bilang “Bawang putih kok hitam?”
Kita juga tahu bahwa bawang putih (baik yang umbinya menggerombol, maupun bawang lanang atau bawang putih tunggal/ bohlam / monobulb) adalah bagian dari bumbu dasar ragam kuliner Nusantara, khususnya bumbu untuk sayur dan hidangan lauk-pauk berkuah.
Segudang manfaat bawang putih bagi kesehatan, plus efek samping yang perlu dihindari, mudah kita simak di berbagai literasi ilmiah di medsos. Juga manfaat bawang putih yang sudah diproses menjadi black garlic.
“Ini bagian dari menu breakfast saya. Pagi 2 butir, dan jumlah asupan yang sama menjelang bobo malam. Badan terasa enteng, dan fit” kata Easy seraya senyum dikulum.
Saya percaya apa yang dipaparkan Easy ihwal situasi biologis bagi yang rutin makan black garlic. Saya juga suka, tapi cuma kadang-kadang, ha…ha…ha…!
Kadang-kadang? Ya, kadang-kadang, bila kebetulan ada. Karena bagi saya, black garlic masuk katagori ‘barang mewah’ yang tak masuk daftar oleh-oleh yang hendak saya beli saat sekali waktu berkesempatan ke Beijing atau bahkan saat masuk toko Vietnamese Herbal Food Suplemen, tak jauh dari Gereja Notre-Dame de Paris di Prancis. Masalahnya? Black garlic termasuk mahal untuk sekadar jadi oleh-oleh.
Tak percaya? Jelajahi saja toko-toko on-line. Black Garlic dengan berat 200 gram, termurah hari ini ditawarkan dengan harga Rp 45.000. Beragam produk luar harganya lebih mahal lagi.
Maka pagi itu saya coba mengkalkulasi, berapa dana dikeluarkan Easy untuk mengisi penuh stoples pingan bertutup vintage koleksinya itu dengan black garlic?
“Ini black garlic made-in sorangan, Mas…!” celetuk Easy dalam Bahasa Inggris campur Sunda, yang maksudnya “…bawang putih hitam buatan sendiri…!”
Tanpa berlama-lama membuat kami heran, Easy langsung menggamit Resti dan membawanya ke dry kitchen (dapur kering) di ruang tengah rumahnya, dan langsung membuka tutup rice-cooker yang wadahnya dipenuhi black garlic.