Ledakan bom bunuh diri di Mapolsek Astana Anyar – Bandung diduga merupakan “pemanasan” yang akan disusul pelaku militan lainnya – jelang Natal dan Tahun Baru. Konon, sebanyak ‘10% eks napi teroris yang sudah bebas kembali lakukan kekerasan’. Tapi BNPT enggan disebut kecolongan.
Seide.id – Ledakan di Astana Anyar bisa jadi “pemanasan” menjelang Natal 2022 dan menyambut Tahun Baru 2023, kata Pendiri NII Crisis Center, Ken Setiawan kepada awak media. Ditegaskan, sel sel aktif terorisme masih terus berkembang dan di aktif di berbagai daerah di Indonesia.
Ken mengingatkan rentetan bom yang meledak di sejumlah gereja pada 24 Desember tahun 2.000. Seminggu jelang Paskah 2021 juga dua teroris ledakkan bom bunuh diri di Makasar, Sulawesi Selatan .
“Untuk itu perlu diwaspadai gerakan terorsme jelang Natal 2022 dan Tahun Baru 2023, “ katanya.
Tidak lama setelah polisi mengumumkan identitas terduga pelaku bom bunuh di Mapolsek Astanaanyar, Bandung, aparat Densus 88 menggeledah sebuah rumah kos di di Desa Siwal, Kecamatan Baki – Sukoharjo, Jawa Tengah, Rabu (07/12).
“Tadi dari Densus 88 melakukan penggeledahan,” kata Kapolres Sukoharjo, AKBP Wahyu Setyawan Nugroho.
Agus Sudjadno alias Agus Muslim, terduga pelaku bom bunuh diri itu. Agus mengaku kerja sebagai tukang parkir atau menjual kue. Dia tinggal bersama istrinya di rumah kontrakan itu.
“[Agus dan keluarganya] Ini masuk September 2021. Ini istrinya (foto copy KTP), suaminya nggak ada KTP-nya,” kata pemilik indekos, Surati.
Tetangga sesama pengontrak menyatakan, keluarga tersebut yang tertutup. “[Agus Sudjadno] orangnya tertutup, nggak pernah ngomong, nggak pernah keluar.
Mereka juga tidak tahu pria itu adalah anggota Jamaah Ansharut Daulah (JAD) Bandung atau Jawa Barat, seperti diungkapkan polisi.
Endang dan para tetangga kamarnya tidak tahu pria itu ahli membuat bom dan pernah dipenjara di Nusa Kambangan karena kasus terorisme.
Di Kota Bandung, saat mengunjungi lokasi kejadian, Kapolri Jenderal Listyo Sigit memaparkan bahwa Agus menolak mengikuti program deradikalisasi selama di penjara.
Ditanya wartawan, apakah Agus saat dipenjara dan sesudah dibebaskan, mengikuti program deradikalisasi, Kapolri menyatakan Agus masuk dalam “kelompok yang masih merah”.
“Sehingga proses deradikalisasinya membutuhkan teknik dan taktik yang berbeda, karena memang yang bersangkutan masih susah untuk diajak bicara, masih cenderung menghindar,” kata Listyo sebagaimana dikutip wartawan di Bandung, Yuli Saputra, yang melaporkan untuk BBC News Indonesia, Rabu (07/12).
Dalam jumpa pers di Bandung, Rabu (07/12) Kapolri Jenderal Listyo Sigit mengeklaim, aparat polisi tetap “mengikuti” yang bersangkutan, setelah Agus Muslim dibebaskan.
Selama dipenjara, para napi teroris memang tidak wajib ikut program deradikalisasi yang digelar oleh Badan Nasional Penanggulangan Terorisme, BNPT atau Densus 88.
Selanjutnya, 10% Napiter Beraksi Kembali