KENYATAAN inilah, menurut pimpinan organisasi Kreasi Prasasti Perdamaian Noor Huda Ismail, membuat program deradikalisasi itu tidak berjalan ideal. “Hanya bisa [dilakukan program deradikalisasi] bagi yang mau saja.
Idealnya, menurut Noor Huda, semua napi teroris wajib menjalani program deradikalisasi. “Karena ada ‘lubang-lubang’ itu. Ada lubang, kita tidak tahu. Karena setelah mereka bebas murni, kita tidak bisa melacak lagi kondisi mereka di mana,” papar Noor Huda.
“Kalau yang masuk ‘kelompok merah’, seperti dikatakan Kapolri, ya mereka tidak masuk program itu,” kata Noor Huda kepada BBC News Indonesia, Rabu.
Diperkirakan sebanyak 10% dari narapidana teroris yang sudah dibebaskan di Indonesia, kembali melakukan atau mendukung aksi kekerasan. Noor Huda Ismail, yang banyak menangani isu penanggulangan terorisme – mengatakan, kasus bom bunuh diri dengan pelakunya adalah eks napi teroris “sudah kesekian kalinya” terjadi di Indonesia.
Salah-satu faktor penyebabnya, pemerintah dianggap tidak memiliki mekanisme untuk memaksa napi terorisme mengikuti program deradikalisasi selama di penjara atau setelah bebas.
Dia lalu merujuk pada data yang menyebut minimal 10% eks napi teroris yang sudah dibebaskan itu kembali mendukung atau melakukan aksi kekerasan.
“Jadi kalau orang [eks napi teroris] yang bebas itu sekitar 1.000 orang, maka ada 100 orang akan balik lagi [menjadi teroris], itu yang ketahuan tertangkap,” kata Noor Huda, Rabu (07/12).
Belum lagi jika mereka kembali “menghalalkan’ kekerasan dengan berganti peran”, kata Noor Huda, yang kemungkinan tidak terdeteksi lagi.
“Ganti peran itu, misalnya, dia tidak terlibat dalam aksi teror langsung, tapi memberi nasihat atau memberi jaringan,” ujarnya.
Keterbatasan sumber daya juga dianggap menjadi kendala besar untuk mengawasi secara saksama mantan terorisme yang sudah kembali ke masyarakat.
Pengawasan terhadap eks napi teroris yang sudah dibebaskan, bukanlah persoalan gampang. Itulah sebabnya, dia setuju pelibatan masyarakat dan berbagai departemen kementerian dalam menanggulangi terorisme.
“Misalnya Departemen Sosial, RT/RW. Jadi tidak security ansich (semata tugas aparat keamanan),” katanya.