Citra BUMN sebagai sapi perah partai belum juga hilang sampai kini. Ketika Ahok BTP, selaku Komisaris Pertamina, menghapus fasilitas kartu kredit jajaran direksinya, yang mengamuk hebat para politisi partai di Senayan. Memberi petunjuk langsung, mereka lah penerima service dan fasilitas para petinggi Pertamina itu.
Ketua Komisi VI, Faisol Riza menyatakan, penghapusan fasilitas kartu kredit itu urusan internal tak perlu diumbar ke publik. Yang kita tunggu aksi aksi pertamina bukan urusan kartu klredit, tapi aksi aksi korporasi berskala global yang bisa bersaing dengan perusahaan migas kelas dunia, kata politisi PKB itu. Target Pertamina terlampau mudah, ejeknya.
Dari Komisi IV, Eko Hendro Purnomo alias Eko Patrio berkomentar sinis, “komisaris jangan cuma nyerempet kartu kredit, katanya. Saya melihat fasilitas kartu kredit yang diberikan Pertamina dari level Komisaris hingga manajer ini memang tidak ada relevansinya bagi kinerja perusahaan. Tentunya ada potensi penghematan yang cukup besar jika fasilitas itu tidak ada lagi. Kalau memang ingin mengeluarkan pengeluaran untuk kebutuhan perusahaan tentu bisa dilakukan secara administrasi oleh perusahaan, ucap politisi PAN, yang juga komedian, kepada wartawan Rabu (16/6/2021).
Padahal Pertamina milik negara dan milik rakyat. Pengelolaannya memang harus transparan.
Tak semua politisi Senayan menentang, sinis dan nyinyir sepeti Faisol Riza dan Eko Patrio. Ada yang juga mendukung. Misalnya, Darmadi Durianto, anggota Komisi VI DPR RI, yang bahkan usul kepada Menteri BUMN Erick Thohir, agar penghapusan fasilitas kartu kredit diterapkan di semua BUMN sebagai upaya pengetatan anggaran dan efisiensi. Apa yang dilakukan Ahok di Pertamina mestinya jadi rujukan Menteri BUMN agar menerapkan hal serupa di BUMN. Efisiensi anggaran harus dilakukan di tengah kondisi ekonomi seperti saat ini, tandas Darmadi, Jumat (18/6/2021).
Dari berbagai sumber terpercaya, tergali informasi dan data berikut:
- Sejak 2018 di zaman Dirut Dwi Soetjipto, para komut Pertamina ada biaya representasi Rp. 200 juta per bulan dimana tak ada pertanggung-jawaban (petty cash).
- Untuk Corporate Card ada tagihan Rp.17 miliar di tahun 2020, masuk sebagai tagihan CC – Account Payable Unbill alias tidak ada pertanggungjawaban.
- Pembayaran auto debet untuk total di tahun 2020 ada Rp.17 miliar, tanpa verifikasi dari mana. Dan sejauh ini tidak ditemukan aturan limit boleh di top up per kapan, tidak ada batas waktunya. Yang pasti tagihan Rp.17 M belum termasuk anak dan cucu perusahaan, kata sumber saya itu.
- Intinya kalau dewan komisaris tidak bisa dan tidak boleh tahu pemakaian kartu kredit direksi, apalagi di anak dan cucu perusahaan.
- Jadi sanggahan Arya Sinulingga selaku Staf Khusus III Kementerian BUMN, bahwa berdasarkan pemantauan Kementrian BUMN, limitnya Rp.50 hingga Rp.100 juta tidak benar. Kleru bin ngawur!
“Kartu saya begitu kok tertulisnya, ” sanggah Ahok kepada Kompas, Kamis (17/6/2021). Maksudnya, limitnya bisa dinaikkan hingga Rp.30 miliar.
Harap diketahui – dan tentunya sudah diketahui oleh kita semua – bahwa kartu kredit fasilitas perusahaan bukan tambahan gaji atau tambahan penghasilan.
BADAN Usaha Milik Negara (BUMN) yang seharusnya diperlakukan sebagai mesin pertumbuhan ekonomi untuk kesejahteraan rakyat, menjadi ATM dan bancakan para elite pengusa dan politisi, bermental preman dan maling. Dan jajaran direksi BUMN ikut ambil bagian sebagai tenaga penggangsirnya.
Sejak kelahirannya sebagai Permina (1957), dan menjadi Pertamina (1968) perusahaan minyak milik negara ini sudah menjadi sapi perah. Penyumbang devisa terbesar pemerintah ini digerogoti dari luar dan dalam, dari penguasa di istana (di zaman Orba maupun sesudahnya) maupun parlemen, sebagai kepanjangan kepentingan partai politik. Juga oleh jajaran direksinya sendiri.
Hotel Sultan di Semanggi – yang dulunya bernama Hotel Hilton – adalah bukti hasil penggerogotan uang negara dari Pertamina semasa masih dipimpin oleh Ibnu Sutowo.
Ahok BTP yang menjadi Komisaris Utama Pertamina (Persero) sejak Februari 2019 mencoba membenahinya. Ahok BTP menargetkan Pertamina untung USD 2 Miliar tahun ini – dua kali lipat dari 2020 lalu.
Mengutip laman Tempo, untuk tahun 2020 ini, Pertamina baru saja mencatat laba bersih Rp.15,3 triliun, turun 58% dibanding 2019 lalu yang mencapai Rp.35,8 triliun.
Untuk itulah, katanya, harus dilakukan pembenahan dan penghematan. Antara lain, pengadaan tersentral – tidak melalui pihak ke tiga – selain optimasi biaya dan penjualan produk. Juga efisiensi di berbagai bidang. Salahsatu caranya, perusahaan memangkas fasilitas kartu kredit bagi direksi, komisaris, manajer, hingga senior vice president.
Kebutuhan kebutuhan yang dikeluarkan pejabat untuk menjamu tamu harus diajukan tagihannya ke perusahaan. Selain itu, tiket penerbangan dan hotel semua atas nama perusahaan, bukan nama pribadi.
KETIKA beberapa waktu lalu membaca berita, Ahok BTP berhasil menyelamatkan USD 6 Miliar – setara Rp. 84 triliun – dari penghematan dan pemangkasan salahsatu proyek Pertamina, di Tuban, Jawa Timur, saya gembira dan sedih. Gembira karena bertriliun triliun uang negara dan asset dari rakyat diselamatkan. Tapi sedih karena memperlihatkan bahwa pemborosan di Pertamina sudah berlangsung bertahun tahun.
Berapa uang negara yang dihambur hamburkan jajaran petinggi Pertamina, selama ini?
Dari Menko Maritim Luhut Binsar Panjaitan, Maret 2021 lalu, diungkapkan, bertahun tahun Pertamina impor pipa dari luar negeri, padahal kita ada pabrik di dalam negeri. “Pertamina itu ngawurnya minta ampun. Masih impor pipa padahal bisa dibuat di Indonesia. Bagaimana itu? ” kata Luhut dalam Rakornas BPPT di Jakarta, Selasa (9/3/2021) lalu.
Apa yang dilakukan pejabat Pertamina menunjukkan kurangnya idealisme, selain tidak mencintai pada produk dalam negeri, pejabat pengimpor itu malah melacurkan diri demi memperkaya diri. Sudah bukan rahasia lagi, dengan mengimpor selain lebih murah dapat komisi. Tapi sementara itu industri produk dalam negeri hancur.
SESUNGGUHNYA Pertamina bisa menjadi perusahaan minyak kelas dunia, setara dengan Petronas. Jika kaum parasit elite di pemerintahan dan parlemen, menyadari kesalahannya, berhenti jadi parasit duit negara. Saat ini masih menduduki posisi 122 sedangkan Petronas di posisi 75. Pemerintah dan legislatif Malaysia memberikan dukungan penuh atas ekspansi bisnis yang dirancang dan dijalankan Petronas.
Sedangkan politisi kita jadi parasitnya.
Peringkat perusahaan minyak kelas dunia diduduki oleh Sinopec (China), Royal Dutch Shell (Belanda-Inggris), Saudi Aramco, British Petrolium (Inggris), Exxon Mobil (AS), Total (Prancis), dll.
Pertamina dengan begitu luas kandungan minyak di seantero negeri yang begitu luas, di darat dan di laut – masih di peringkat 122. Tragis.
Kita sama sama tahu, tugas Pertamina sungguh berat. Dia harus menyetor uang bagi negara. Alih alih dirawat malah digerogoti. Petamina barus aja memberi kontribusi sebesar Rp.126,7 Triliun, kepada negara pada tahun buku 2020. Jumlah itu merupakan kontribusi dari setoran pajak (92,7 triliun, deviden (8,5 triliun) dan penerimaan negara bukan pajak PNBP (Rp.25,5 triliun). ***
Foto: Instgram/ BasukiBTP.