Oleh HERYUS SAPUTRO SAMHUDI
Mak Wejang itu penuh kejutan. Bukan cuma karena dia sering nongol begitu saja tanpa memberi tahu lebih dulu, tapi kejutan juga kerap hadir lewat info yang diungkapnya. Seperti barusan misalnya, mendadak saja dia muncul dan menginfokan bahwa dia baru saja melihat orang-orang di pasar buah berebut buat membeli Mangga Alpukat. Saya yang orang gunung, yang hobi keluar masuk hutan, langsung menyelak…
Ngomong itu jangan asal ngomong, Mak. Harus dipikir-pikir dulu, chek and recheck. Apalagi Mak kan tahu, sekarang ini zamannya orang lempar hoak. Dan banyak orang nggak mau mencerna lagi. Langsung menelan tiap info yang didapat. Apalagi bila yang ngomong itu selebriti idolanya, atau orang yang dia merasa dekat. Udah deh, langsung ditelan bulat-bulat seperti ular sanca, dan berkembang itu seolah sebuah kebenaran..
“Lho, kok Abang jauh banget ngomongnya? Emang saya ngomong apa, Bang…? Saya kagak ada hubungannya dengan hoak. Nggak hobi, saya mah. Ih, amit-amit jabang bayi, Bang, kalo saya lempar hoak…! Abang kan tahu. Barusan saya cuma ngomong soal buah Mangga, Bang…! Mangga Alpukat yang lagi digemarin orang. Siapa tuh kemaren pasangan selebriti yang ditangkep polisi…? Mereka seneng banget.”
Nah, disini duduk perkaranya, Mak Wejang kan jelas-jelas bilang Mangga Alpukat. Lha…, apa itu bukan hoak? Mangga ya mangga, alpukat ya alpukat, Mana bisa dua jenis tumbuhan campur aduk begitu. Coba deh tanya sama Don Hasman, atau sama Bang Prabowo Subianto yang tahun 1969 nggak jadi ikut Bang Rudy Badil, Bang Herman Lantang, Soe Hok Gie dan Idhan Lubis ke pucuk Semeru, gegara ketinggalan kereta api di Stasiun Gambir. Gih deh tanya, mereka tahu seluk beluk pohonan…
Mak Wejang seperti nyala lilin ditiup. Pesss…! Nggak ada suaranya lagi. Tapi masih saya lihat jejaknya, berupa sobekan kertas dan tulisan tangan, Di situ tertulis nama Bang Kimung, orang yang pas buat saya cari tahu. Saya kenal banget Bang Kimung, tokoh informal Pasar Induk Kramatjati di Pasar Rebo Jakarta Timur. Badannya kekar, tapi senyumnya adem. Seadem pasar sayur dan buah yang diam-diam ikut dibinanya.
Belum semenit saya parkir kendaraan, Bang Kimung sudah muncul sembari tertawa senang melihat saya. “Aye tahu apa yang Abang mau…? Abang mau cari yang manis mulus, kan? Yang manis legit, kan…?” katanya sambil tertawa. Belum sempat saya ngomong, seperti benar-benar tahu tujuan saya, dia sudah nuntun saya ke sebuah truk besar yang sedang menurunkan peti-peti kayu isi buah mangga asal Probolinggo.
“Mangga unggul…! Mangga unggul…! Mangga premium legit manis, Mangga Alpu…!” teriak seorang Mbakyu Bakul di antara tumpukan peti-peti. Dan pedagang-pedagang dari sekitar Jakarta, atau nyonya-nyonya cantik yang datang bermobil keren, segera menunjuk peti-peti yang baru turun dari truk. Lelaki-lelaki kukuh, para juru panggul, segera membawa peti-peti terpilih ke kendaraan pembelinya yang masih menyelesaikan transaksi dengan Mbakyu Bakul.
Yang disebut Mangga Alpukat memang sedang ngetrend. Harganya di atas rata-rata, kecuali manga Gedong Gincu Ayu dari Indramayu. Bang Kimung yang sekilas menghilang, sudah ada di samping saya lagi. Menimang dua butir mangga. Dengan pisau pinjaman, yang sebutir dia kerat melinkar di bagian tengahnya. Lalu dipluntir, ditarik, menghasilkan dua bagian terbelah tengah, memperlihatkan isi daging mangga yang kuning terang mirip daging buah alpukat.
Saya tahu sekarang, kenapa jenis mangga Probolinggo satu ini disebut Mangga Alpukat. Lebih faham lagi ketika Bang Kimung menyodorkan sebatang sendok makan. Saya nikmati isi daging buah itu dengan mengerok dan menyendoknya. Dan memang bukan cuma berwarna kuning, tapi juga lembut selembut daging buah alpukat, sedang rasanya harum wangi dan manis sebagaimana rasa Mangga.
“Asyik kan, Bang…! Asyik, kan…!?” kata Bang Kimung seraya menyodorkan secangkir kopi pahit kepada saya. Sementara tak jauh dari situ, Mbakyu Bakul juga tersenyum ke pada saya. Mbakyu Bakul? Bukan. Itu Mak Wejang yang jualan mangga dan tersenyum kepada saya. ***
10/07/2021.