Orang kesal. Satu bioskop teriak: “huuuu!” sekencang mungkin.
Proyektor hanya satu, rol film pertama habis berarti petugas harus mengganti rol kedua. Butuh waktu lima menit. Itu sebabnya di layar muncul tulisan.
Orang boleh ke kamar kecil. Pintu depan juga dibuka, penonton bisa keluar beli rokok, minuman, permen atau makanan kecil, bebas saja.
Nah, kesempatan ini juga memunculkan penonton baru, penonton gelap yang ikut masuk.
Mereka adalah orang-orang yang tak mampu beli karcis dan rela menonton pertunjukan meski hanya separuh. Petugas bioskop memaklumi, toh, penoton ‘siluman’ ini biasanya tahu diri dan duduk di bawah, di selasar.
Mas Bruce Lee memang memikat. Gebuk-gebukannya selalu seru, dia pasti menang.
Daaaan,….
Tahu tidak, nak, perunjukan yang sebenarnya adalah tatkala film usai!
Lampu menyala terang, satu persatu penonton keluar, dan, lihatlah, semua orang mendadak jalannya berubah! Langkahnya agak merenggang, dengan posisi kaki serong keluar, lengan tangan terbuka bak jagoan, lengkap dengan tangan mengepal! Sorot mata dipertajam.
Dan, ini yang bikin geli: setiap dua atau tiga langkah selalu mengusap hidung memakai ibu jari dengan empat jari lainnya tetap terkepal! Pendek kata semua bertingkah bak jagoan, siap berantem!
Hahahahaha
Semua mendadak menjadi Mas Bruce Lee!
Esoknya, di sekolah, saat istirahat pasti akan ramai, teman-teman Papa akan berebut peran:
“Saya jadi Bruce Lee!”
“Saya Jim Kelly!”
“Saya Sammo Hung!”
“Kamu pantasnya John Saxon!”
“Nggak, kamu Chuck Norris!”