Bulan Madu Singkat Boedi Djarot

Rasanya tulang belulang ini copot satu per satu beberapa hari ini. Lemas, hilang tenaga. Teman teman seperjalanan dan seperjuangan baik jurnalis maupun aktifis bertumbangan satu per satu. Menghadap Sang Pencipta. Sebagiannya terkena virus pandemi Covid -19, sebagiannya karena sakit menahun.

Apa pun penyebabnya, kami sudah tak bersama lagi. Mereka tak ada di antara kita lagi. Mendadak terasa ada kehampaan yang panjang. Dunia jadi senyap rasanya.

Mas Boedi Djarot adalah sahabat terakhir yang pergi. Kemarin, Minggu petang, 27 Juni pk. 17:45 Sudah beberapa hari dia dirawat di
di Wisma Atlit Kemayoran, Jakarta. Kami tahu. Tapi kami optimis dia bisa melewati krisisnya. Banyak teman kami; kawan saya, yang “nyantri” di sana dan lolos. Tubuhnya fit. Cita citanya besar. Agendanya banyak, sebagiannya bersama kami. Dan komunikasi lancar.

Tapi Tuhan Maha Pemberi Putusan. Dia memanggilnya, mendahului kami semua.

Susilo Boediono Djarot alias Boedi Djarot adalah kawan lama yang baru bertemu. Dengan dua kakaknya, Slamet Rahardjo dan Eros Djarot, kami dipertemukan di Teater Populer, Kebon Pala, Tanah abang sejak 1986. Dengan Mas Boedi baru menjadi karib belakangan ini setelah berkenalan di TIM dalam acara pentas seni mengenang WS Rendra . Kami makin dekat sejak sering ketemu di markas para jurnalis pensiunan, Kandang Ayam di Rawamangun dan sama sama ke Pengandaran, Jawa Barat, atas undangan Susi Pudjiastuti, Menteri KKP 2014-2019, beberapa waktu lalu.

Kami cepat menjadi karib. Langsung klik. Jelas kami satu visi dan perjuangan; sama sama anti radikalisme dan politisasi agama. Pro NKRI. Kami sedang berbulan madu dan menggagas bermacam kegiatan dan event untuk kebangsaan, merawat kebhinekaan bangsa. Kami sama sama menyanyikan Indonesia Raya lalu mengkaji berbagai permasalahan bangsa dalam reriungan, antara lain dengan Susi Pudjiastuti, dan kawan dan komunitas lain.

Di Pangandaran, di rumah Susi Pudjiastuti, saya sempatkan ngobrol berdua. Wawancara khusus.

Secara khusus saya bicara dengannya sebagai jurnalis web seide.id.

Tapi masa masa “bulan madu” kami alangkah singkatnya. Mas Boedi mendadak pergi meninggalkan kami. Selamanya. Bahkan sebelum sempat membaca hasil wawancara kami.

Boedi Boediono Djarot, kelahiran 1960, adalah alumni STP (Sekolah Tinggi Publisistik yang beubah menjadi IISIP : (Institut Ilmu Sosial dan Ilmu Politik) di Pasar Minggu, bersama sama Iwan Fals (Virgiawan Listianto) – dari kampus yang banyak mencetak wartawan – namun mereka tidak menjadi wartawan, melainkan jadi musisi dan aktifis.

Iwan Fals pernah terkenal dengan lagu lagu kritik sosialnya, antara lain Bento, “Oemar Bakrie, Wakil Rakyat, Tugu Pancoran, Pesawat Tempur, Bongkar dll. Sedangkan Boedi Djarot tahun lalu merilis album Lawan

SEBAGAIMANA dua kakaknya yang seniman dan budayawan, Boedi Djarot bicara runtut dan santun. Rinci dan mendalam. Pengetahuannya luas. Apalagi di bidang seni dan budaya

Namun sisi aktifis jalanannya ada juga, terutama saat bercanda. Tak ragu teriak, “jancuk” dan sumpah serapah lainnya sembari tertawa tawa.

Nama Boedi Djarot jadi berita nasional setelah teman temannya dari Gerakan Jaga Indonesia membakar bendera FPI di depan gedung DPR RI, 27 Juli 2020 lalu. Sempat viral di media sosial video aksi pembakaran poster bergambar Rizieq Shihab. Dalam video, terlihat Budie Djarot ada di antara para pembakar bendera itu.

Boedi mengatakan Rizieq telah mengkhianati negeri dengan tidak menerima kemenangan Joko Widodo di pilpres. Boedi pun menyerukan penolakan terhadap kepulangan Rizieq.

Sejak itu dia jadi target dan serangan ormas radikal anarkis itu. Dia mengaku ada tiga kali percoban pembunuhan kepadanya.

Mas Boedi yang ramah dan banyak tawa itu tak terdengar lagi gelak candanya. Mas Boedi telah dipanggil Sang Pemberi Kehidupan, menghadp Illahi, melangkah ke alam keabadian.

Sugeng Tindak, Mas ! Mugi Swargi dipun caosaken kagem panjenengan.

Selamat Jalan. Kami teruskan gerakanmu dan perjuanganmu dengan cara kami. ***

PS: Wawancara selengkapnya dengan Boedi Djarot ditulis bersambung, mengawali peluncuran seide.id. Portal berita dan artikel serta kolom para jurnalis senior.

Avatar photo

About Supriyanto Martosuwito

Menjadi jurnalis di media perkotaan, sejak 1984, reporter hingga 1992, Redpel majalah/tabloid Film hingga 2002, Pemred majalah wanita Prodo, Pemred portal IndonesiaSelebriti.com. Sejak 2004, kembali ke Pos Kota grup, hingga 2020. Kini mengelola Seide.id.