Seide.id– Bocornya surat Butet Kartaredjasa yang ditujukan kepada Presiden Jokowi yang meminta agar Jokowi berpikir ulang terkait akan majunya Gibran Rakabuming menjadi pasangan Prabowo Subianto di Pilpres 2024, sempat viral.
Salah satu penyebab viralnya surat tersebut karena budayawan ini diketahui memiliki kedekatan dengan presiden. Namun rupanya kedekatan ini tidak mampu membendung emosinya.
“Saya sudah tidak tahan,” ujar Butet, Senin, (23/10)
Surat tersebut dititipkan Butet pada salah seorang menteri karena dirinya tidak ingin hal yang telah dilakukan Jokowi selama ini, ‘hancur’ karena potensi terjadinya dinasti politik. Menurut seorang sumber, pada malamnya surat dibaca oleh Jokowi – saat Gibran belum disahkan sebagai pasangan Prabowo.
“Saya kirim surat itu, mumpung masih ada waktu,” tutur Butet.
Dalam suratnya kepada Jokowi, Butet Kartaredjasa menulis doa dan harapan agar ke depannya wacana menjadikan Gibran Rakabuming Raka sebagai cawapres bisa dipikirkan ulang.
Butet juga berbicara potensi terjadinya intervensi kekuasaan.
Namun tidak ada keinginannya untuk, “menggurui, ” selain mengingatkan agar keteladanan Jokowi tidak hancur di akhir masa jabatannya.
Berikut surat Butet Kartaredjasa
Kepada yth
Pak Jokowi
Butet Kartaredjasa
Dengan salam,
Hari ini saya masih sedih. Hari Kamis lalu ketika mendengar isu panas politik Indonesia, diam² saya menangis. Tapi, meskipun sedih, saya merasa masih punya harapan. Saya masih percaya ada mukjizat. Ada keajaiban. Semesta akan membimbing untuk menemukan yang terbaik untuk menyelamatkan Indonesia.
Sebagaimana “surat keprihatinan” yang diposting Mas Goenawan Mohamad kemarin, suasana hati saya pun kira² seperti itu. Saya sedih bukan tentang siapa capres yang terpilih kelak. Bukan itu.
Tapi, jika keputusan MK Senin ini menyebabkan Mas Gibran berpasangan dengan Pak Prabowo, bagi saya ini awal datangnya bencana moral. Rakyat Indonesia bukan orang bodoh yang tak bisa membaca peristiwa. Rakyat punya kecerdasan “membaca” yang tersembunyi di balik semua itu. Saya sungguh tidak ingin legacy Njenengan sebagai ‘role model‘ pemimpin yang baik, akan rontok. Sejak 1998 kami berjuang untuk lahirnya seorang presiden yang pantas dijadikan contoh, jadi role-model, jadi barometer, jadi tauladan, yang bisa dimiliki bangsa Indonesia sepanjang sejarahnya. Sekarang kami sudah memiliki, yaitu Njenengan. Tinggal setahun lagi Njenengan bekerja seperti kemarin², kebanggaan itu akan abadi.
Saya tidak ingin mendikte Njenengan. Apalagi menggurui. Tidak. Saya percaya Njenengan punya pemikiran dan instink yang tajam, yang pada akhirnya bisa memberikan yang terbaik, memenuhi harapan kami yang bekerja di ranah kebudayaan. Dari tempat kami bekerja, saya hanya bisa mengingatkan selagi kesempatan itu masih ada.
Saya tidak berpartai, tidak punya power apa pun, kecuali dengan ikhlas membantu Njenengan (dari jauh) demi kebaikan bersama. Bantuan yang hari ini bisa saya berikan ya itu tadi: Ngelingke (mengingatkan) Eling sangkan paraning dumadi. Selalu waspada bahwa “melik kuwi nggendong lali”.
Pak Jokowi, demikian surat-pribadi saya (yang baru pertama kali). Semoga Njenengan dilimpahi kesehatan jiwa-raga, ketajaman pikir dan keluasan imajinasi tak bertepi. Moga² mukjizat itu benar² terjadi. Semesta akan membimbing.
Nuwun.
Video dan ungkapan akhir
Setelah surat tersebut, Butet berbicara lewat sebuah video usai Mahkamah Konstitusi mengijinkan seseorang bisa menjadi calon presiden atau wakil presiden dengan syarat asalkan sudah berpengalaman. Sebelumnya, Gibran (36 tahun) sempat terganjal peraturan yang mensyaratkan usia sudah 40 tahun.
“Berpengalaman jadi wali kota? Dua tahun? Baru jalan dua tahun. Tugasnya itu lima tahun loh. Dua tahun kok berpengalaman?,” tanya Butet Kartaredjasa.
Terakhir, tidak ada tangis lagi. Pada akun Facebooknya, putra tertua dari Bagong Kussudiardja ini sepertinya sudah tidak tahu lagi apa yang harus ia katakan.

Tulisan tentang kepercayaan, ia posting pada Senin, (23/10)
(ricke senduk)
Gibran, Hasil Survei Litbang Kompas 60,7% Sebut Politik Dinasti