Cary Joji Fukunaga, Sutradara Ganteng Idealis yang Nyaris Jadi Model

Cary-Fukunaga-bond

Tumbuh di lingkungan yang sangat liberal dan progresif, ia dibebaskan memilih apa pun. Selepas SMA ia nyaris jadi snowboarder professional. Namun Cary sadar kalau ia tak akan bisa benar-benar menekuni olahraga itu sampai tuntas. “Saya cukup baik, selain juga kompetitif. Tapi saya sadar kalau tak akan bisa jadi atlet professional.” 

Ia lantas memilih kuliah, setelah menghabiskan waktu di negara kakeknya, Jepang. Tahun 1999, Cary lulus dari jurusan Arts in History dari University of California, Santa Cruz. Lalu belajar geopolitik dan hukum internasional di Grenoble Institute of Political Studies, Perancis. 

Kembali ke Amerika, ia sempat mencari uang sebagai model. Dengan struktur tulang menawan, tinggi nyaris 190 cm, serta etnis yang tak dapat ditebak, sebenarnya Cary bisa jadi model terkenal. “Waktu itu saya mengantar pacar yang kebetulan seorang model,” kenangnya. Gara-gara itu, ia sempat dikontrak untuk beberapa iklan cetak. 

Setelah menggarap proyek Bond yang bernilai 245 juta dollar, dia ditunggu menyelesaikan proyek srial Angkatan Udara di masa Perang Dunia II – yang dipercayakan Tom Hank dan Seteven Spielberg

“Hanya untuk cari uang saja. Yang saya pikirkan saat itu hanya bisa jadi filmmaker,” lanjutnya. Sialnya ia tak punya uang untuk kuliah lagi. Tapi demi impiannya ia pun akhirnya diterima di NYU Film School, dengan bantuan dana untuk mahasiswa. 

Siapa sangka, salah satu filmnya memenangkan Student Academy Award di tahun 2005. Kemenangan inilah yang lantas membawanya menggarap film perdananya, Sin Nombre (2009) – sebuah kerjasama dengan production house Meksiko. Film yang naskahnya juga ia tulis sendiri itu mengisahkan seorang gadis Meksiko yang ingin melintasi perbatasan demi mengunjungi saudaranya yang ada di Amerika. Memenangkan kategori sutradara terbaik di Sundance Film Festival 2009, mendadak namanya mulai masuk ‘radar’ perfilman Hollywood. 

Tak lama ia mendapat tawaran menyutradarai cerita klasik Inggris lewat Jane Eyre (2011). Cary lagi-lagi menunjukkan dirinya sebagai sutradara serba bisa saat menggarap Beasts of No Nation (2015), yang belakangan dibeli oleh Netflix. Sayang saat itu film yang didistribusikan oleh streaming service macam Netflix nyaris tak bisa masuk festival-festival bergengsi, boleh dibilang Beasts of No Nation yang diangkat dari kisah nyata tentara bocah di Afrika ini hanya dicintai kritik saja. 

Di saat yang nyaris bersamaan,  True Detective serial detektif-misteri yang ia sutradarai mendapat sambutan hangat dari penonton HBO. Serial ini juga dipuji kritikus dan mendapat lima buah Emmy Awards, di antaranya untuk kategori sutradara terbaik bagi Cary. 

Sayang, Cary berseteru dengan sang kreator, Nic Pizzolatto dan tak mau kembali menggarap season selanjutnya. “Saya malas terlibat ‘drama Hollywood’. ” begitu komentar Cary singkat, meski begitu ia memuji Nic Pizzolatto sebagai penulis naskah yang hebat. 

Ia memilih move-on ke proyek berikutnya, remake kisah horror terkenal karya Stephen KingIT, tentang badut setan yang meneror sebuah kota. Tapi tiga minggu sebelum persiapan shooting, Cary mundur.  Ia merasa kurang sreg bila naskah yang telah ia tulis itu digarap sebagai film horror. 

“Semula saya Bersama Warner Bros memulai proyek itu selama empat – lima tahun, dan mendadak proyek tadi pindah ke New Line. Dan yang dimaui New Line sangat berbeda dengan sudut pandang saya.  Saya membayangkan IT adalah drama dengan elemen horror, seperti The Shining. Sementara mereka ingin film horror ala Annabelle. Ya otomatis sudah tidak nyambung.” 

IT sendiri lantas disutradarai  Andy Muschietti, dirilis tahun 2017 dan menjadi film sangat laris dengan pemasukan sekitar 702 juta dollar dari seluruh dunia. 

Tapi tampaknya ia tak memikirkan ‘kerugian’ itu. Apalagi belakangan ia dipercaya memegang proyek berbudget 245 juta dollar dalam No Time to Die. “Saya mencoba tak berpikir tentang tekanan pemasukan box office.” Meski itu rasanya susah dielak. Film Bond selalu dibicarakan dan ‘dihitung’ untung ruginya. Namun, penampilan Daniel Craig dan pujian banyak kritikus tampaknya tetap bisa membuat No Time to Die laku di era pandemi ini. 

Saat ini, Cary dipercaya menggarap tiga episode utama (dari sembilan episode) mini seri tentang angkatan udara Amerika di masa Perang Dunia II lewat Masters of the Air. Tak main-main produser yang memberikan kepercayaan padanya adalah Tom Hanks, dan Amblin Television milik Steven Spielberg menjadi rumah produksinya. Miniseri yang diduga akan hadir keren ini akan tayang 2022 nanti di Apple +. 

Selain itu, masih ada sembilan proyek lain yang siap ia garap, termasuk salah satunya adalah miniseri legenda Amerika terkenal: The Last of Mohicans.

Sibuk, pria yang fasih tiga bahasa: Inggris, Perancis, Spanyol, serta bisa bicara Bahasa Jepang, Purtugis dan Italia ini tampaknya tak punya banyak waktu untuk berkencan. Pernah dekat dengan aktris Brit Marling, Michelle Williams dan Margaret Qualley ini mengaku sedang jomblo. 

“Saya hanya memikirkan film, siang malam.” 

Well, a tak tahu kalau belakangan makin banyak perempuan yang memikirkannya siang malam. 

Avatar photo

About Ayu Sulistyowati

Mantan Senior Editor di Catchplay, Penulis Lepas Rumah Beruang Production, Penulis Naskah Lepas di Paso Film Centre, Editor Majalah Prodo, Editor In Chief kemana.com, Sekretaris di Bloomberg, Reporter di cewekbanget.id (1995-1997)