Jazirah Arab sedang membangun jembatan toleransi saat di Indonesia – negeri yang jauh dari tempat kelahiran para nabi – justru merusaknya dengan fatwa fatwa intoleran.
Oleh DIMAS SUPRYANTO
Bulan Desember merupakan bulan perayaan Natal bagi umat Kristen seDunia. Di Indonesia, bulan ini ditandai dengan fatwa “Haram mengucapkan Natal” bagi kaum muslim. Setidaknya dua MUI daerah telah mengharamkannya, yakni MUI Sumatera Utara dan MUI Jawa Timur.
Bangunan toleransi Indonesia – negeri muslim terbesar di dunia – digerogoti oleh menyebarnya paham puritanisme dan ujaran kebencian kaum Salafi-Wahabi, yang kini merasuki ormas MUI dan terus menciptakan jurang pemisah dan merusak toleransi, persaudaraan sesama anak bangsa, sesama ras Melayu, sesama kaum sawo matang, sesama pemakan nasi dan ayam goreng, lantaran sekat agama. Atas nama akidah dan fanatisme sempit.
Lebih Arab dari Arab sendiri.
Nun di sana, di jazirah Arab, jembatan toleransi dan saling pengertian dan bersaudara sebagai sesama turunan Nabi Ibrahim terus dibangun.
Kota Abu Dhabi, sebagai tempat persinggahan warga dunia, Abu Dhabi dikenal memiliki rasa toleransi yang tinggi. Di wilayah kosmopolitan yang paling berpengaruh di UEA ini perayaan Natal berlangsung sangat meriah. Pohon Natal terbesar di jazirah Arab ada mall kota ini.
Di Abu Dhabi, bahkan sebuah masjid megah dibangun dan diberi nama masjid Maria Bunda Yesus atau Mary Mother of Jesus Mosque.
Adalah HH Sheikh Mohamed bin Zayed Al Nahyan, Putra Mahkota Abu Dhabi dan Wakil Panglima Tertinggi Angkatan Bersenjata UEA yang menggagas dan mengganti nama sebuah masjid, yang sebelumnya bernama Mohammed Bin Zayed Mosque menjadi Mariam Umm Eisa atau Maria Bunda Yesus.
Bangunan masjid Mohammed Bin Zayed Mosque sebelumnya telah dikenal luas karena keindahannya, meski tak semegah Masjid Sheikh Zayed, namun Mohammed Bin Zayed Mosque pun tak kalah indah.
Melihat banyaknya kunjungan umat agama lain ke masjid ini, Putra Mahkota pun mengganti nama masjid tersebut sebagai wujud toleransi.
Nama ‘Mariam Umm Eisa’ dipilih untuk mempererat hubungan sosial antara pemeluk Islam dan kristen. Nama Maryam sendiri disebutkan dalam Al Quran, yang mana ada Surat Maryam.
Umm Eisa sendiri dalam Islam merujuk pada Siti Maryam ibunya Nabi Isa. Sedangkan dalam ajaran Nasrani, Isa diyakini sebagai Yesus. Penggantian nama masjid ini untuk memerangi kefanatikan, ekstremisme, dan rasisme dengan menyebarkan nilai-nilai toleransi, perdamaian dan koeksistensi.
Masjid Maria Bunda Yesus memiliki nama awal Masjid Sheikh Mohammad Bin Zayed. Masjid ini digagas oleh Sheikh Zayed Al Nahyan pada tahun 1996. Namun pada tahun 2004 Sheikh Mohammad bin Zayed meninggal dunia dan pembangunan masjid ini tetap dilanjutkan.
Diawasi langsung oleh Presiden Uni Emirat Arab, Sheikh Khalifa bin Zayed Al Nahyan, di bawah pengawasan saudaranya Jendral Sheikh Mohamed bin Zayed Al Nahyan, masjid ini akhirnya dibuka pertama kali tahun 2007.
Masjid Maria Bunda Yesus memiliki 82 kubah dan lebih 1000 pilar. 82 Kubah tersebut bergaya Maroko dan dihias dengan batu pualam putih. Kubah masjid ini memiliki tinggi hampir 107 meter. Sementara pilar masjid ini lebih dari 1000 dilapisi dengan ribuan lembar batu pualam dan batu alam polesan.
Masjid Maria Bunda Yesus termasuk dalam 10 masjid terbesar di dunia. Masjid ini memiliki kapasitas total mencapai 40.000 jamaah. Dilengkapi perpustakaan yang dilengkapi buku-buku klasik dan buku-buku ilmu pengetahuan dalam Islam.
Buku kuno terbitan 200 tahun lalu pun ada di sana. Hebatnya lagi, perpustakaan ini banyak sekali buku terbitan berbagai bahasa. Bahasa Arab, Inggris, Prancis, Italia, Jerman dan Korea adalah bahasa-bahasa yang bukunya dapat ditemukan di perpustakaan Masjid Maria Bunda Yesus.
Besarnya kapastitas masjid ini memang menjadi bukti bahwa proyek pembangunan yang memakan waktu 12 tahun ini tidak sia-sia dan hasilkan masjid besar yang memesona.
Masjid Maria Bunda Yesus masuk catatan Guinness Book of World Records, sebagai masjid dengan karpet terbesar, lampu gantung terbesar, dan kubah terbesar. Selain rekor biayanya yang menghabiskan 2,167 miliar dirham UAE atau kalau di konversikan sekitar Rp 8 Triliun.
Tak sekedar mengganti nama masjid, UEA juga menujuk Menteri Toleransi Negara. Ini sebagai promosi keharmonisan antar umat beragama di UEA.
Selain mengganti nama, HH Sheikh Mohammed bin Rashid Al Maktoum, Wakil Presiden UEA dan Penguasa Dubai, menulis surat terbuka yang kuat yang menyatakan bahwa diskriminasi tidak akan terjadi di UEA.
“Kami tidak membedakan satu sama lain di UEA, kami juga tidak menggunakan ras atau kebangsaan untuk saling mendiskriminasi; kita melihat semua orang sama, seperti Tuhan menciptakan kita. Tidak ada preferensi atau prestasi yang diberikan kepada siapa pun kecuali mereka yang bekerja dengan rajin, menghormati undang-undang dan konstitusi kita dan berkontribusi pada bangsa kita,” tulis HH Sheikh Mohammed bin Rashid Al Maktoum.
Pernyataan itu tak dibaca atau sengaja diacuhkan oleh orang orang di MUI. ***