Cerita Wayang: Arjuna Digoda Dewi Ulupi

Wayang Ulupi

Oleh PANDUPAKSI

Melihat rajanya tersungkur mati, Patih Jayalodra memberikan perintah pengepungan terhadap Arjuna, kepada segenap prajurit yang ada.

“Jangan sampai lolos!” ujar Patih Jayalodra.

Arjuna terkepung. Tetapi, Panengah Pandawa ini tak gentar sedikit pun. Bahkan masih sempat tersenyum. Kalau saja tidak ingat sedang tapa ngrame, Arjuna pasti sudah mengamuk dan menghabisi para pengepungnya. Jangan main-main jika Arjuna sudah menggenggam Kiai Pulanggeni.

“Kalian jangan konyol,” kata Arjuna sambil mengedarkan pandangan matanya,  “Aku tidak sedang ingin membunuh.  Aku tidak inginkan ada pertumpahan darah. Aku justru harus menyelamatkan kalian dari kematian yang sia-sia. Kalaupun aku tadi membunuh raja kalian, karena aku ingin menyelamatkan Resi Jayawilapa.”

Tak ada yang berani bersuara. Termasuk Patih Jayalodra. Diam-diam Patih Jayalodra bergidik juga membayangkan nasibnya bila nekad menyerang Arjuna. Prabu Singalodra yang bisa berubah  menjadi singabarong saja  tak berarti di hadapan Arjuna. Tak cuma dirinya. Belasan prajurit yang tidak tahu masalah, akan mati konyol. Mereka hanya berbekalkan patuh pada raja. Tak secuil pun kesaktian menyertai mereka. Lagipula, di belakang Arjuna masih ada Resi Jayawilapa yang bisa menjelma ular naga. Mati ditelan ular?

“Siapa yang sekarang memimpin kalian, maju.”  Arjuna berkata lirih, tapi mengejutkan perasaan Patih Jayalodra. 

Lalu, Patih Kerajaan Guapura itu  maju beberapa langkah, mendekati Arjuna.

“Siapa namamu?”

“Patih Jayalodra.”

“Rajamu sudah mati. Sekarang, kamu bisa memilih, ikut  mati atau pulang ke asalmu.”

“Saya akan membawa prajurit saya pulang saja, Raden….”

“Bagus!” tukas Arjuna. “Tapi, coba kamu jelaskan dulu, apa alasan raja kalian tadi menyerang Resi Jayawilapa?”

“Sebetulnya, kami hendak pergi ke Tasikmadu mengikuti Sayembara Pilih Tanding, memperebutkan Dewi Gandawati, Raden. Tanpa sengaja Sang Prabu Singalodra melihat Dewi Ulupi yang sedang mengambil air di sendang. Dewi Ulupi….”

“Cukup!” tukas Arjuna. “Sekarang pulanglah ke Guapura, bawa jasad raja dan teman-teman kalian yang mati.”

Setelah para perusuh pergi, Arjuna menghampiri Resi Jayawilapa yang telah kembali dalam ujud manusia, untuk  memperkenalkan diri. Kemudian katanya, selepas berbasa-basi, “Ternyata Panembahan murid Sang Hyang Anantaboga.”

“Betul, Raden. Raden pernah ke Kahyangan Saptapertala?”

“Pandawa dan Ibu Kunthi pernah ditolong Sang Hyang Anantaboga. Sewaktu kami dibakar dalam Bale Gala-Gala.  Lalu, Kakangmas Werkudara diambil menantu, berjodoh dengan Kangmbok Nagagini. Malahan sudah berputrakan Anantareja.”

“Kalau begitu, kita bukan orang lain lagi, Raden.” Wajah Resi Jayawilapa berbinar. Halnya wajah Dewi Ulupi.

Merasa tidak ada lagi yang harus dikerjakan, Arjuna berniat meneruskan perjalanan tapa ngramenya. Akan tetapi, Resi Jayawilapa mencegahnya, “Kami berdua akan merasa berhutang budi bila membiarkan Raden Arjuna pergi begitu saja.”

Demikian halnya yang ada di pikiran Dewi Ulupi. Terlebih yang menggayuti perasaannya. Mudah ditebak, mereka ingin Arjuna menjadi bagian dari hidup mereka.

“Aku belum bisa menerima, Panembahan. Aku harus meneruskan tapaku. Harus tetap pada niatku.”

Tak perlu timbul perdebatan sebab tiba-tiba muncul Sang Hyang Narada mangejawantah.

“Sembah titah pujangkara Arjuna, Pukulun.”

“Sembah saya, Pukulan Sang Hyang Narada,” sambut Resi Jayawilapa.

“Ya, ya, ya. Prekencong waru doyong, Arjuna. Sudah cukup, Arjuna. Penyesalan dan usahamu untuk menebus dosamu, sudah cukup. Kamu diizinkan menerima usulan Resi Jayawilapa.”

“Terima kasih, Pukulun.”

“Malahan, sekarang sukma  Dewi Anggraini sudah naik ke Swargaloka. Hanya saja,  sukma Bambang Ekalaya masih belum mau naik. Alasannya, masih menunggu Resi Dorna dalam kancah Baratayudha nanti.”

Arjuna merasa lega. Kini ia tahu bahwa sukma Bambang Ekalaya hanya mendendam kepada Resi Durna, tidak kepada dirinya.

Dan, atas restu Sang Hyang Narada maka Arjuna mengawini Dewi Ulupi alias Endang Palupi. Bahkan diinformasikan oleh Sang Hyang Narada bahwa akan lahir dari perkawinan mereka anak lelaki yang gagah-berani.

“Arjuna, dalam beberapa hari ke depan, kamu harus pergi ke Tasikmadu, menolong Prabu Gandasena,” pesan Sang Hyang Narada sebelum makahyangan.

Pertolongan yang diperlukan Prabu Gandasena dari Arjuna, naga-naganya  Sekaring Kedhaton Tasikmadu, Dewi Gandawati, akan kesulitan menemukan jodohnya. Nyatanya,   tak seorang pun bisa memenangkan Sayembara Pilih Tanding melawan Citragada, Putra Mahkota Kerajaan Tasikmadu. Citragada kukuh dengan sesumbarnya, “Siapa yang bisa merobohkan Citragada, dialah yang berhak memboyong Dewi Gandawati!”

Kesaktian Citragada benar-benar pilih tanding. Hanya Arjuna yang diharapkan bisa merobohkan kuda-kuda  Citragada. *

Avatar photo

About Pandupaksi

Jurnalis dan Penulis Cerita Wayang