Effi S Hidayat
Fio mengaduk ice lemon tea-nya tiga kali sesuai kebiasaan, sebelum menyeruputnya nikmat. Menyisakan senyum meringis di wajah. “Wah, lebih masam dari umumnya. Tetapi, tak apa. Ini cukup menghilangkan gigitan pedas di ujung lidahku, “senyumnya merebak.
Lalu, ia merepet lagi. ” Kau tahu, beib. Kemarin lusa,hmm, ya …aku ingat sekali ketika ngidam banget tteokbokki dengan siraman gochujang merah membara seperti ini,” dia menunjuk piring yang terhidang di depannya. ‘Eh, tiba-tiba ketika aku keluar dari mini market…. “
“Ngapain ke sana?” Nathan memotong. Sembari mengunyah dakkochi di mulutnya. Satay Korea berbumbu pekat brownsugar, bawang bombay, dan jahe.
“Aku mendadak ingat persediaan sikat gigi kita habis, jadi ke sana, deh, ” Fio menjelaskan. Disambut anggukkan kepala Nathan yang sedikit manyun ketika bibirnya bilang, “Ooh….. “
“Nah, boleh kulanjut ceritaku? Tanpa menunggu anggukan lagi, Fio mengisahkan dia mendadak senang sekali saat menyadari, di seberang mini market sana tiba-tiba seperti sim–sala–bim…Berdiri sebuah gerai kecil bertuliskan menu Koreanfood yang baru saja melintas wira-wiri di kepalanya.
” Coba kau bayangkan, bagaimana tuh rasa hepi-nya? ” Tawa Fio membuncah pecah. Teringat lagi suatu kali yang hampir serupa, dia kepingin banget bakpao Elvina. Ituuu lho, bakpao bahenol isi orisinal kacang merah favoritnya. Ada juga isi ayam dan B2 kesukaan Nathan.
“Kenapa? Biar kutebak , tiba-tiba berada di depan matamu lagi? Hahaha… Aku tahu persis kok, di mana alamat tepatnya! Kan, setiapkali kau kepingin aku yang segera meluncur menjemputnya ketika kita pacaran dahulu. Jauh-jauh ke BSD, padahal apartemenku di…. “
“Aha, sudah. Sudahlah.Itu cerita lama, Nathan. Buat apa diungkit-ungkit lagi?” Fio cemberut. Tetapi, kisah si bakpao Elvina itu memang lucu juga. Maklum yang jual masih tradisional. Berbekal mobil boks yang mangkal di pertigaan BSD sana. Padahal apartemen Nathan lokasinya di Jakarta bagian Barat. Wah!
Fio lalu melanjutkan ucapannya, “Bener, beib, aku pun takjup setengah mati. Bagaimana bisa tiba-tiba dia bikin toko di area tempat tinggal kita? Ya, pasti dong, aku segera masuk ke sana! Kau ingat somay kudapan sore kemarin,’kan? “
“Hais, pantas rasanya tak asing lagi, ya? ” Nathan keheranan menyimak cerita Fio. Memang sih, hanya soal makanan. Tetapi, keajaiban itu berkelanjutan ketika Fio juga bilang ia pernah bingung tak habis pikir saat ingin membuat salad dan ternyata tak punya persediaan potato. “Eh, kamu pulang ke rumah sembari membawa sekantong kentang yang kuidam-idamkan!”
Tawa Fio dan Nathan duet harmonis memecah siang yang mendadak bersinar cemerlang. Hadirnya sang mentari penuh percaya diri mengusir pergi mendung yang menggantung sedari pagi tadi. Apa yang paling membahagiakan coba selain bertukar cerita, bercakap-cakap seru dengan orang tersayang?
“Ayolah, segera habiskan kudapanmu. Ada yang tak sabar ingin kuperlihatkan kepadamu, Hon. ” Agak tak sinkron memang, “Hon” alias honey-nya Nathan berbalas pantun “Beib“-nya Fio. Ah, tak apa-lah. Yang penting maknanya tak berbeda aroma, bukan? Berbau cinta….
Di dalam mobil, Fio setengah mati penasaran. Nathan sama sekali tak mau buka rahasia. Boro-boro bertutur terus- terang. Memberi clue, alias kata kunci-pun dia enggan. Ditutupnya rapat-rapat mulutnya yang berkumis tipis itu.
Iih, sungguh bikin Fio gemas! Malah Nathan asyik bersiul dan berdendang mengikuti irama Coldplay favoritnya dari tapedeck mobil.
“Fix youuu…. “
Sampai akhirnya mereka berhenti di suatu tempat setelah lama menempuh perjalanan jauh. Agak di luar kota, entah di mana tepatnya. Maklum, Fio blind map! Tahunya duduk manis, disopiri. Please, jangan pernah minta dia menyetir walau mengantungi SIM A sedari zaman kuliah. Nathan tahu persis hal ini.
Dan, apa yang berada di pelupuk mata Fio saat ini membuatnya menahan napas. Sebuah rumah putih berjendela kaca besar-besar… Hamparan sawah di sekitarnya. Alam pedesaan yang ayem, damai, menentramkan. Angin lembut berkesiur semriwing membelai pori.
Duh, duh.
Fio memalingkan wajah kepada lelaki yang berdiri di sisinya. Lalu, tanyanya lembut, ” Ini… rumah… rumah siapa, Nat?”
Nathan menyunggingkan senyum lebar. Dia kelihatan bangga sekali ketika berkata, “Rumah siapa lagi? Rumah kita-lah… Mosok kau tak bosan tinggal di apartemen yang cuma berukuran studio?”
Apaaaa? Benar-benarkah ini rumahnya, rumah mereka berdua? Fio mengedipkan mata berulang kali. Kedua tangannya reflek mengucek, menutup, membuka. Persis anak kecil dibelikan mainan favoritnya.
Tingkahnya lucu sekali! Nathan terbahak melihatnya. Dia luput melihat bening yang menetes, mengaliri pipi perempuan berambut legam setengkuk yang berdiri tertegun membeku di sampingnya
Sungguh Fiona terperangah. Rumah putih berjendela kaca besar-besar di alam asri pedesaan. Hamparan sawah hijau…itu semua, ‘kan, berulangkali pernah dilihatnya….
Di…ah, di mana ya? Dia mendadak bingung, lalu spontan mencubit lengannya sendiri. Aww, nyelekit!
Lalu, tangannya kembali reflek mencubit Nathan. “Aww, sakit dong, Beib. Kamu, kenapa? Tidak suka rumah putih ini? Ini hasil kerja-kerasku, lho. Tanda bukti cintaku padamu.”
“Kita bisa menua bersama di sini…. Eh, tetapi kalau kau setuju. Kalau kau mau.” Tatap Nathan mesra, tidak biasa. Lalu begitu saja tersadar. Dia melihat tetes gerimis. Bukan, bukan di langit sana. Tetapi, di pipi mulus Fio, istrinya.
“Tentu, tentu aku mau, Hon,” Fio mengangguk keras-keras dengan suara serak digerus haru. Mosok sih, mana tega dia menolak karunia? Dia tersenyum dan tertawa di antara air matanya. Tak sadar panggilan antarpasangan telah saling berpindah ucap. Walau rasa tak berubah. Bau-bau cinta itu….
Rumah putih berjendela kaca besar-besar di alam bebas… ah, apa yang lebih indah dari deja reve? Pernahkah kau dengar istilah ini?
Nathan diam-diam menyimpan senyum termanisnya. Tidak percuma kerapkali terbangun tengah malam buta mendengarkan serius geracauan ngigo istrinya. Sementara matanya terpejam rapat-rapat. “Rumah putih berjendela kaca besar…. Sawah, pedesaan,…. alam bebas…. “
311221,14:49.
Selamat Tahun Baru 2022.Semoga impianmu menjadi kenyataan.