CERPEN LIMA PARAGRAF : Suara


Oleh Effi S Hidayat

“De-sa-ku…ya..ng ku-cin-ta…pu-ja-an ha..ti..kuuu…,” Laras bernyanyi , sedari awal hingga akhir. Mulanya seluruh kelas terdiam, namun akhirnya meledak tawa. Dan, teman-teman sekelasnya pun berceloteh berisik, menghujat sana-sini. “Suaranya jelek! Fals! “ Lebih baik pulang ke desa sana, dasar nggak bisa nyanyi. Wee…,” Laras dibully habis-habisan.

Anak perempuan kecil berwajah tirus itu tak dapat menahan perasaannya . Ledakan tangisnya yang membahana, menyiratkan jiwa yang tergoncang membuat teman-temannya tak juga berhenti mencerca, bahkan semakin sadis menyoraki.

Itulah awal kekalahanku. Aku menyerah dan memindahkan Laras ke SLB. Mulanya aku pikir, jika bersekolah di sekolah biasa, ia mampu bersosialisasi, dan teman-temannya akan mau menerima dan memahami .

Tetapi, nyatanya… tidak! Laras semakin terkucilkan… Padahal, apa yang salah jika pendengarannya tidak senormal mereka? Apa yang salah jika Laras hanya mampu berkomunikasi dengan caranya sendiri? Mengapa kalian semua tidak mau memahami? Mengapa berani-beraninya kalian membully puteri tercintaku?

Aku meradang. Sungguh ingin menerjang marah. Tetapi, Laras dengan suara lirih tertatih-tatih justru bilang, “Sa…ya…me…ma-af-kan…me-re-ka, Bu….”
Duh!

Avatar photo

About Effi S Hidayat

Wartawan Femina (1990-2000), Penulis, Editor Lepas, tinggal di BSD Serpong, Tangerang