EFFI S HIDAYAT
Ada apa dengan istriku? Biasanya cerewet, bawel, setengah harian ini mendadak pendiam. Nafsu makannya juga berkurang, apa lagi diet, atau dia…sakit? Kutanyakan penyebabnya, eh, dia malah mematikan televisi yang sedang ditontonnya. Dan, blamm! Langsung masuk ke kamar yang pintunya dibanting keras sekali.
Aku terkejut mengelus dada. Kalau sudah begini, pasti ada hal yang sangat menganggunya. Memang dia lagi nonton apa sih, tadi? Penasaran, kupencet remote control TV dan nyeliwer- lah berita yang belum selesai ditayangkan itu.
Oooh, soal selebgram RV yang kabur langsung ke Bali tak masuk karantina sepulang dari Amerika itu? Dan, oknum yang memberi jalan katanya sih, sudah ditindaklanjuti. Tetapi, si RV yang ‘menyuap’ itu apakah dia akan dipenjara, atau cuma sekadar bayar denda 100 juta saja? Hmmm, tuh dia sudah menyesal katanya dan meminta maaf karena attitude-nya yang tak pantas. Ah, apakah itu cukup?
Lagi mikir begitu, tiba-tiba istriku nyelonong keluar dari kamar. Sudah rapi, mencaklong tas Louis Vuitton kesayangannya. Jeans Versace, kaus ketat warna merah Fendi, dan sepatu sneakers Nike Air Mag yang baru dibelinya di New York. “Ayo, Pa, kita pergi…., ” bibirnya yang bergincu merah Guerlain Rouge menguak menggairahkan.
“Ke mana?” Aku kaget. Siang bolong begini, apa harus nge-mall atau lunch di resto favoritnya lagi? Baru tiga hari lalu kami pulang dari jalan-jalan ke luar negeri.
Dia menyibakkan rambut dan mengenakan kacamata hitam Bulgari-nya. Eit, tunggu dulu! Matanya kok, merah bengkak seperti habis menangis? “Pa, kita lapor ke pihak berwajib, serahkan diri aja, yuk? Tindakan kita kabur tak ikut karantina sepulang dari New York kemarin, rasanya memalukan. Apa bedanya kita dengan RV?”
“Ya, jelas beda dong, Hon ( Hon itu maksudku “Honey!” ). Kita, kan nggak ke mana-mana di rumah aja. Nggak langsung keluyuran ke Bali kayak si RV, nggak pesta ulang tahun dan up load status gembar-gembor di medsos? Kita nggak ketahuan, Hon! Jadi, buat apa menyerahkan diri mandiri cuma-cuma. Gila! Kamu tahu,’ kan, berapa besar duit yang sudah kita keluarkan untuk membayar oknum-oknum itu. Kan, mereka yang menawari kita…, “Aku langsung melotot protes tak setuju. Apaan sih, istriku. Kesambet malaikat tampan apa dia?
Kepalanya menggeleng keras-keras. Dibukanya kacamata, menunjukkan dengan bangga bekas-bekas sisa airmata. ” Iniiii buktinya, Pa! Aku menangis gegara nonton berita si RV. Nggak tega, maluuu rasanya sama diriku sendiri! Apa bedanya kita dengan dia? Malah alasan yang kugunakan pun sama, bukan? Alasan kangen anak! Hhh, padahal seorang krucil pun kita belum punya! Intinya aku malu sekali. Aku nggak mau membohongi diriku sendiri lagi. Terlalu egois dan sombong mentang-mentang kita punya uang. Kita nggak peduli risiko yang terjadi kepada orang lain. Tanpa ikut prokes karantina, kita sangat memungkinkan membawa virus dari luar. Apalagi kita keliling New York ke mana-mana. Aku baru ‘ngeh’ , bahkan ada jenis virus varian baru gelombang ketiga. Negeri ini belum sepenuhnya aman, Pa. Belum…! Virus Covid itu benaran ada!” Dia terisak lagi. Menyedihkan.
Aku bengong terpaku membeku mendengarkan istriku bicara panjang lebar menggebu-gebu. Ah, sudah pantas dia diangkat negara jadi Duta Covid, atau Duta Karantina. Mendadak terbayang olehku, di China, orang-orang yang emoh mengenakan masker langsung digiring pulang. Rumahnya dipantek biar nggak bisa kelayapan seenaknya!
Di Inggris, orang yang ketahuan kabur tak karantina wajahnya langsung di blow up (dan ini oleh netizen!) ke seantero negara biar semua warga tahu. Hukuman publik bukankah jauh lebih mengerikan dari sekadar pidana, atawa denda yang sejatinya dengan mudah dibayarkan oleh orang-orang sekelas kami ini? Wong, membayar memilih tinggal karantina di hotel mewah yang tarifnya semalam ‘hanya’ puluhan juta saja sebenarnya kami mampu, kok!
Lalu, lalu mengapa kami memilih kabur tidak ikut karantina, dan tak taat prokes demi keselamatan tidak cuma diri sendiri, tetapi juga orang lain? Mauuu saja ditawari oknum-oknum tak bertanggung jawab…. Oh, oh! Terburu-buru aku pun mencari dan mengenakan Bulgari Sunglassesku. Istriku membelikannya sepasang. “Ayo, Ma. Kamu benar. Kita wajib lapor diri ke … mana, eh, Polres, Polsek, Mabes?”
Dan, NURANI pun bertepuk riang.
TULISAN LAIN :