“Sebelum dengan Stones, semua band dimana saya bergabung cuma berusia seminggu. Dulu saya mau gabung dengan Stones lantaran saya kira tak akan bertahan lama” ungkapnya. Mana sangka Rolling Stone digelutinya hingga akhir hayat?
Oleh AYU SULISTYOWATI
BELUM lama mengumumkan kalau dirinya tak akan ikut tour 2021 bersama Rolling Stones, mendadak bagai firasat kalau Charlie Watts meninggal 24 Agustus 2021 di usia ke 80. Bernard Doherty, PR sang drummer mengatakan kalau Watts meninggal dengan damai di sebuah rumah sakit London, dikelilingi oleh keluarganya.
“Charlie adalah suami, ayah, dan kakek yang disayagi keluarganya, serta anggota The Rolling Stones. Ia adalah salah satu drummer terbaik di generasinya,” kata Doherty.
Watts bergabung dengan Stones pada awal 1963, dan bertahan sebagai anggota asli Stones hingga nyaris enam dekade. Selama itu pula, musisi kelahiran London 2 Juni 1941 ini setia di balik drum set-nya. Dibanding dua rekannya, Mick Jagger dan Keith Richards, Watts jauh lebih pendiam, elegan dan tak mau menonjolkan diri. Ia juga paling malas diwawancara.
Kalem dan tak banyak ulah, Watts bahkan bisa dikatakan sukses menjauhkan diri dari narkoba, terutama setelah rekan mereka, anggota asli Stones, Brian Jones mati mengenaskan akibat narkoba di usia muda. Ketika anggota-anggota pengganti juga tumbang akibat obat-obatan, Watts tetap bertahan.
Charles Robert Watts lahir dari keluarga kelas menengah ke bawah, bapaknya membanting tulang sebagai sopir truk. Penggila musik sejak bocah, Watts remaja justru lebih suka music jazz. Ia menyisihkan uang untuk membeli piringan hitam Charlie Parker dan Jelly Roll Morton.
Watts jugs tertarik pada seni, bakat seninya membawanya belajar di Harrow Art School. Ia bahkan sempat menjadi desainer grafis di sebuah biro iklan lokal. Tapi kecintaannya pada musik mengalahkan segalanya. Ia selalu kembali ke music, memainkan drum yang dibelikan orangtuanya saat masih remaja, mengiringi lagu-lagu jazz kesukaannya.
Watts pun nekad menjajal kebisaannya menabuh drum di klub dan pub dekat area rumahnya. Di tahun 1961, ia ditawari untuk bergabung dalam band Blues Incorporated, yang merupakan salah satu band penting dalam perkembangan music rock di Inggris pada dekade tersebut.
Gara-gara bergabung dalam Blues Incorporated ini, ia bertemu Brian Jones. Jones pula yang kelak memperkenalkan Watts pada band barunya: Rolling Stones, terutama setelah drummer mereka, Tony Chapman keluar. Selanjutnya adalah sejarah.
Dalam Rolling Stones, Watts adalah penyeimbang kegilaan Jagger dan Richards. Ia bahkan membuat panggung tak bubar ketika para groupies naik ke atas panggung dan menganggu permainan mereka. Jagger Richards yang glamour dan high profile tak jarang harus mengakui kejeniusan Watts, seperti ketika Watts meminta mereka bermain di atas truk di sepanjang jalan Manhattan. U2 dan beberapa band besar lain kabarnya meniru gaya ‘manggung’ ini.
Meski begitu, di pertengahan decade 80an, Watts jatuh juga, Ia mengalami krisis paruh baya parah, dan mendadak jadi pecandu alcohol dan narkoba. Tiba-tiba semuanya berantakan. Hubungannya dengan Jagger pun kurang baik saat itu. Dengan bantuan istrinya, Shirley, Watts berhasil sembuh dua tahun kemudian.
Hingga akhir hayatnya, Watts tak punya kebiasaan aneh, selain mengoleksi mobil, padahal ia tak bisa menyetir. Ia juga tak pernah pindah band, selain punya ‘selingan’ band jazz untuk meluapkan cintanya pada music tersebut.
“Sebelum dengan Stones, semua band dimana saya bergabung cuma berusia seminggu. Dulu saya mau gabung dengan Stones lantaran saya kira tak akan bertahan lama,” akunya pada suatu kali. “Selain saya juga ingin tahu apa itu rock n’ roll.”
Di surga, barangkali Watts akan memainkan keduanya. ***