FIKSI MINI
Oleh: Effi S Hidayat
Nah, pasti itu dia! Melambai ceria dengan scarf merah terang membalut di leher jenjang. Agak ragu, aku melangkah mendekat. Hatiku dag-dig-dug-serr … ah, apa-apaan sih, ini? Mengapa aku mau saja dikenalin Mama dengan seorang gadis yang belum pernah kukenal sebelumnya?
Maklumi saja promosi gencar Mama, bertubi-tubi tak bisa kutolak… akhirnya. Ya, daripada pusing kepala hampir setiap hari mendengar nyanyian yang selalu sama, panggil-panggil aku “Pangeran Jomblo” ? “Cobaaa ya, Rama, jangan menolak dulu. Dijajaki saja … siapa tahu cocok? Puterinya Tante Rea ini ndak cuma ayu, tapi juga smart, dan mandiri, lho. Itu kriteria gadis idamanmu,’kan?”
Begitulah, akhirnya aku terdampar di Café Allie, sore ini. Untuk menemui sang gadis idaman yang kata Mama, namanya …. ”Dayang. Kenalkan, aku…Dayang,” kata gadis di depanku tersenyum manis. Dan, begitu saja, kami berbincang-bincang laiknya teman yang sudah lama tak bertemu. Harus kuakui, Dayang supel, ayu, smart, dan…
“Mandiri? Kata mamamu, aku tipikal perempuan mandiri?” Lalu, dia tertawa tergelak-gelak. Tanpa malu, tersipu-sipu harus repot sana-sini menutup mulutnya. Mungkin, karena jejeran ”biji mentimun” di geliginya itu seperti… mutiara? Haduh, belum apa-apa, aku sudah memujinya, kok? Berabe! Apakah aku sudah jatuh cinta? Semudah itukah, Rama? Lalu apa kata dunia, eh, Mama nanti? Bisa jadi ibu paling cerewet seantero kota, tapi kusayang setengah mati itu besar kepala?
Demikianlah, bla, bla, bla… Dayang terus saja ramai bercerita, dan aku juga. Harus kuakui, dia kriteria gadis idamanku.Tentu menyenangkan punya pacar sepertinya. Hujan sudah berhenti. Aku dan dia sudah saling melambaikan tangan, berpisah untuk pulang. “Hubungi aku,” katanya tadi. Ya, hatiku mantap sudah.
“Maafkan, aku, Dayang. Aku tak bisa menemuimu lagi. Sepanjang pertemuan tadi, aku terlalu fokus pada bulumata palsumu yang lentik, lebat, hitam, rada berombak – bergelombang. Cantik, sih, memang. Tetapi, rasa-rasanya, kok… terlalu berat buatku, memiliki pacar bermata bak burung hantu?”
“Aku … aku fobia… burung hantu,? Dayang! Sungguh, aku geliiii. Aku merinding sepanjang pertemuan…. Oh, No! Jujur saja, cintaku terselak bulumata….” Aku tepok jidat, dan buru-buru melesat menyetir pulang. Sebodo dah apa kata mamaku nanti! 🤣😜