Ibuku (Simbok, panggilannya) memang sudah lama pergi, kembali pada sumber hidupnya. Tapi, kepergiannya tak pernah berhenti memberiku nyala untuk terus menulis tentangnya dan tentang mereka yang melanjutkan peran sebagai pelanjut generasi.
Benar seperti dikatakan oleh Mitch Albom: “Di balik semua kisahmu selalu ada ibumu,” karena, “ia adalah tempat perjalananmu dimulai.”
“Seorang ibu memegang andil tanpa batas bagi kehidupan manusia, seraya tetap mengawal generasi masa depan lewat kesetiaannya me¹njalani perannya, seorang ibu tak pernah padam menjadi energi bagi sesamanya.”
Ada banyak cara untuk mengekspresikan cinta dan bakti kepada ibu. Banyak lagu indah telah digubah, tak terhitung kisah indah dituliskan, kata-kata bijakpun sangat mudah kita temukan.
Akan tetapi, berbeda dengan Meng Bo, seorang anak muda yang berbakti dan sangat menyayangi ibunya.
Meng Bo hidup pada abad ke-17, pada zaman Dinasti Ming, di Desa Fuzhou. Ia mengekspresikan cinta dan baktinya kepada ibunya tidak lewat tulisan, namun lewat sebuah makanan yang dibuatnya, yang kini kita kenal dengan nama bakso.
Seiring berjalannya waktu, ibu Meng Bo bertambah tua dan tak lagi kuat mengunyah daging. Padahal, daging adalah makanan favorit ibunya.
Sedih melihat ibunya tak lagi bisa makan daging, Meng Bo berusaha mencari solusi untuk masalah ini.
Pada suatu saat Meng Bo melihat tetangganya menumbuk beras ketan untuk membuat mochi. Setelah itu, Meng Bo punya ide untuk menggiling daging dan membuat bulatan dari daging sebesar mochi.
Meng Bo kemudian merebus daging itu dan menyajikannya dengan kuah kaldu. Baunya sedap dan rasanya lezat.
Meng Bo sangat bahagia melihat ibunya senang dan lahap menyantap makanan buatannya, sebab dagingnya menjadi lembut, mudah dikunyah, dan rasanya pun sedap.
Bakso namanya. Bakso bukan sekadar makanan. Ia adalah ekspresi cinta.
Cinta mendorong seseorang untuk melakukan apapun yang tampak tak mungkin menjadi nyata, demi dia yang dicintainya bahagia.
Saya percaya bahwa cinta yang suci tak pernah mati. Cinta yang tulus tak akan pupus. Cinta yang murni itu abadi. Cinta itu tak bersekat.
Salam sehat dan tak henti berbagi cahaya.
Penulis Jlitheng