Tak perlu pakaian model atau mahal, yang penting gaya dan hype. ( Foto universitas Airlangga)
Jarak Citayam ke CSBD atau Sudirman itu hanya 42 Km. Memakai komuter hanya 1 jam 17 menit. Naik motor 1 jam dan mobil pribadi 1 jam 9 menit. Tapi, anak-anak berdomisili di Citayam, Bojong – pinggiran Jakarta-memilih naik komuter. Murah, bersih, aman, cepat dan gengsi. Dengam cara itulah mereka – generasi milenial Citayam Bojong berkreasi, beraksi di CSBD.
Padahal, CSBD itu sejauh mata memandang bagi orang-orang kaya yang tinggal di dekat situ, artis, pesohor, modeling, anggota DPR bahkan para content creator yang telah memiliki uang melimpah dan follower lebih dari 1 juta.
Citayam Hype
Orang-orang “ sejauh mata memandang” ini tak melihat potensi SCBD yang tiap hari mereka lalui untuk menjadikan wilayah hype atau mampu menyeruakkan popularitasnya. Mata anak-anak Citayam lebih jeli melihatnya, sebagai tempat untuk meroketkan namanya- Citayam Fashiom Weeki.
Mereka telah melihat bahwa media sosial memberi penawaran untuk memperoleh uang dengan santai, lewat Pembuat Isi Medsos ( Content Creator). Mereka sadar, hanya berkutat di daerah pinggiran Jakarta
tak membuat mereka hype ( memperoleh promosi sendasional) atau viral. Mereka butuh perhatian para pemilik smartphone, para media online dan pusat kota sibuk : Jakarta !
Tak ubahnya anak-anak muda Harajuku yang beraksi sembari jalan-jalan, anak-anak Citayam Bojong beraksi sambil jalan-jalan ke kota.
Spesifik Penamaan
Anak-anak muda Jepang- doeloe- memgambil Takeshita Street ( jalan perbelanjaan pejalan kaki) sebagai ajang kreasi. Takeshita adalah jalanan yang dipenuhi dengan butik-butik mode, kafe, dan restoran di Harajuku di Tokyo, Jepang. Namun kelompok yang berkreasi di sana lebih dikenal dengan Harajuku Street. Tak jauh dengan Sudirman dengan CSBD. Sekedar spesifik penamaan.
Anak-anak Citayam telah berhasil menciptakan sebuah fenomena, hype baru berkat keunikannya. Anak-anak pinggiran yang tak peduli dicap jelek, kampungan atau kelompok miskin.
Pemimpin Yang Tak Paham
Seperti sebuah perjuangan baru, kini mereka menghadapi hambatan; wilayah “ mereka” mulai diambil aleh kelompok lain yang lebih mapan, yang ingin selalu di haus berada di atas popularitas. Sementara larangan polisi karena mengganggu lalulintas, tak bisa dijawab oleh Gubernur DKI yang memiliki wilayah SCBD dan Gubernur Jawa Barat yang memiliki wilayah Citaman dan anak-anak kreatif ini.
Mata anak-anak Citayam Bojong itu cerdik melihat sebuah peluang. Tapi para pemimpin mereka – Gubernur DKI dan Gubernur Jabar – , tidak. Mereka benar-benar tidak paham bagaimana mengentaskan sebuah potensi, memberdayakan mereka atau mengangkat kreativitas anak-anak Citayam Bojong.
Mungkin, memang harus menunggu pemimpin baru yang punya hasrat melihat semangat kreativitas anak muda pinggiran ini.
Foto: UniversitasAirlangga
Fenomena Anak Muda Citayam dan Penunggang Gelap Kepopuleran Mereka