Dari Aksi Jalan Kaki Toba – Istana

Aksi 11 aktifis jalan kaki dari Balige – Sumatra Utara menuju Istana Negara di Jakarta, menemui Presiden Joko Widodo. Foto: dok.


Catatan Oni

Pengantar:
Sebelas orang aktifis lingkungan dan sosial yang menamakan diri TIM 11 melakukan aksi jalan kaki sejauh 1.700 kilometer dari Balige, Toba, Sumatera Utara ke Jakarta. Mereka bertekad menemui Presiden Joko Widodo di Istana untuk menyampaikan tuntutan agar PT Toba Pulp Lestari, pabrik pulp yang sudah 30 tahun lebih menimbulkan kerusakan ekologis dan konflik sosial di kawasan Danau Toba ditutup. Anita Martha Hutagalung (54 tahun), salah seorang dari dua peserta perempuan, aktifis sosial dan penulis yang populer dipanggil Oni, akan menuliskan pengalaman mereka “day by day” mereka untuk @Seide mulai hari ini.

HARI ke-20 aksi jalan kaki AJAK TUTUP TPL, Sabtu, 3 Juli 2021. Oni dan Agustina bangun kesiangan, pukul 05.35. Langsung mandi dan beberes. Tidak sempat senam.

Tadi malam TIM 11 tidur terpisah rumah. Delapan laki-laki di rumah jemaat dekat gereja GKPS (Gereja Kristen Protestan Simalungun) Muara Bungo, tempat kami menginap. Sementara Oni-Agus-Bumi (anak Togu, usia tujuh tahun) di kamar sempit di rumah dinas Pdt. Mardison Simanjorang. Panasnya minta ampun. Kipas angin hidup terus.

Oni sudah mengunjungi banyak rumah Pendeta Resort GKPS, di berbagai kota. Baik yang di kota, di kampung, atau di pinggiran, rata-rata baik dan lega. Baru kali ini Oni lihat rumah dinas Pendeta Resort kecil bangat. Pantas Pendeta Simanjorang tak mengajak TIM 11 mampir ke rumahnya. Mau duduk dimana?

Meski demikian, Pdt. Manjo, panggilan populernya, adalah pendeta berhati paling luas, yang memberi perhatian terhadap aksi AJAK TUTUP TPL. Ipen Boru Damanik, istrinya, melayani kami dengan ramahnya. Kami merasa nyaman seperti pulang ke rumah sendiri.

Pdt. Manjo memimpin doa sarapan dan keberangkatan kami. Para jemaatnya juga banyak yang memberi oleh-oleh buat bekal kami di jalan. Kami memulai langkah dari Tugu KM 0 Muara Bungo.

Tugu KM 0 itu Oni lihat ditandatangani Presiden Soeharto. Seperti biasa kami berfoto dulu. Saat itu ada juga keluarga yang sibuk mau foto. “Nanti dong, kami duluan yang foto,” kata Oni sambil pasang gaya, Setelah Agustina jepret-jepret, Oni cepat-cepat berlalu, biar keluarga itu bisa foto. Tapi tiba-tiba Lambok Siregar memanggil. “Orang itu yang mau berfoto sama Oni, kok, malah di tinggal?”

Ya, ampun, kupikir mereka mau foto dengan Tugu KM 0. Langsung merasa bersalah betul, karena sempat ketus. Apalagi saat mereka kasih duit ke Oni. Katanya buat beli minuman. Aish!

Entahlah…

Hari masih pagi, tapi Muara Bungo panasnya minta ampun. Saat berjalan, Oni terlihat di seberang jalan ada seorang ODGJ (orang dengan gangguan jiwa), buka baju, nongkrong di depan sebuah kios kosong. Oni colek Togu. Ia langsung minta tim yang di mobil ambil makanan dan minuman. Agustina disuruh beli nasi. Seperti biasa, Agustina bergerak dengan gesit, dan sebentar kemudian kembali dengan nasi rendang.

Oni membukakan bungkus nasi dan menyilakan memakan. Bapak itu langsung memakan dengan malu-malu. Ah! Kami meneruskan jalan dengan sedikit rasa haru-biru.

BANYAK YANG MENCEGAT

Di kilometer selanjutnya ada lagi yang mencegat kami, memberi air mineral. Lalu ada ito marga Hutabarat dan anaknya. Mereka ikut menemani kami jalan sekitar satu kilometer. Bumi dapat uang, buat beli mobil-mobilan katanya.

Sebentar saja berjalan, sudah dicegat lagi, disuruh mampir. Terpaksa kami tolak. Kalau diladeni semua, ya tak sampai-sampai kami ke Jakarta, wei. Buat yang cegat dan kasih amplop dan uang ke Oni, terimakasih banyak ya. Tuhan begitu baik, mengirim orang-orang baik yang tak kami kenal.

Kami istirahat di bawah pohon di pinggir jalan. Namboru boru Panggabean mencegat dan menyuguhi kami kopi.

Lagi ngobrol datang seorang bapak marga Sidabutar bersama anaknya. Katanya, melihat siaran live Togu, dan mampir memberi uang sekedar buat logistik. Bersamaan, datang perempuan cantik boru Napitupulu. Katanya dia sudah menunggu kami lewat, tapi pas kami lewat dia ke belakang. Akhirnya dia nyusul, bawa mpek-mpek yang masih panas dan nenas madu. Aih.

Saat kami berjalan lagi, ada lagi yang menunggu di pinggir jalan, ajak mampir sekedar minum juice. Kami makan siang di sebuah rumah makan Batak. Meski panas terik, kami lanjut berjalan. Oni basahin handuk buat penyejuk leher dan kepala. Tiba-tiba ada sepeda motor mendekati Oni. Penumpang laki-laki dan perempuan berkerudung. Mereka juga memberikan uang sekedar membeli minum.

Terima kasih, Tuhan. Tujuan kami jalan kaki ini mencari perhatian dan dukungan, bukan untuk mencari bantuan. Tapi tak mungkin juga kami menolak perhatian-perhatian yang begitu tulus.

Tak terlalu sore, Togu Simorangkir memanggil. “Oni, kita closing aja. Besok mau vaksin, jadi harus istirahat.”

Dalam siaran live sebelumnya, Togu bertanya barangkali ada yang bisa membantu anggota TIM 11 mendapatkan vaksinasi. Mayoritas anggota tim memang belum vaksin. Togu kuatir, TIM 11 mengalami hambatan masuk Pulau Jawa karena perkembangan penyebaran Covid-19. Eh, langsung ada yang menawarkan. Ya ampun, orang baik selalu ada buat TIM 11.

Orang baik itu adalah Pahala Junior Pasaribu. Ia sudah menunggu kami di sebuah simpang, entah simpang apa. Kami diajak menuju rumahnya, di Hitam Ulu. Cukup jauh juga, sekitar 15 kilometer.

Oni tak kenal siapa Pasaribu ini. Ia memanggil saya inanguda. Di mobil, Pasaribu ini bilang, “Aku sudah lama mengikuti tulisan inanguda di facebook.” Dia juga bilang ingin dapat buku buku Oni Kek Ginilah Caraku Mengajar Anak. Ia sudah lama meminta pertemanan di facebook Oni, tapi tak kunjung dikonfirmasi, hanya bisa jadi followers saja. Oni kaget. Saat itu juga Oni unfriend satu nama.

Ternyata, Pahala Junior Pasaribu ini pemilik sebuah apotik, Namanya Apotik Maranatha Junior. Makanya dia bisa mengusahakan vaksinasi untuk TIM 11. Lihat, baiknya Tuhan itu.

Makan malam kami disediakan berlimpah. Pasaribu juga menyediakan tukang pijat buat kami. Saat Oni dipijat, rumah Pasaribu sudah dipenuhi beberapa ibu serta remaja dari HKBP Hitam Ulu yang datang bersama pendetanya. Mereka ingin TIM 11 sharing pengalaman dengan remaja-remaja itu. Acara itu disiarkan secara live di facebook, ditonton lebih dari 500 orang. Seru!

Hari ini sungguh hari yang istimewa. Pagi hari diawali doa Pdt Manjo dari GKPS, dan malam hari ditutup dengan doa Pdt. Alsensius Silaban dari HKBP. Tuhan begitu baik hari ini. Selamat bermalam Minggu. Tapi, apapun malamnya, yang penting TUTUP TPL! Oni emang kek gitu orangnya!

Penulis : Anita Martha Hutagalung
Editor : Nestor Rico Tambunan.

Avatar photo

About Supriyanto Martosuwito

Menjadi jurnalis di media perkotaan, sejak 1984, reporter hingga 1992, Redpel majalah/tabloid Film hingga 2002, Pemred majalah wanita Prodo, Pemred portal IndonesiaSelebriti.com. Sejak 2004, kembali ke Pos Kota grup, hingga 2020. Kini mengelola Seide.id.