Foto : Sasin Tipchai/Pixabay
Penulis : Jlitheng
Dengan gerobak reotnya Pak Trimo memunguti sampah warga untuk dibawa ke truk sampah yang telah menunggu sejak pagi.
Dengan cara itu ia ‘mencari sesuap nasi’ untuk menafkahi istri dan anaknya.
Sekilas, kalimat ‘mencari sesuap nasi’ itu tidak lagi mempunyai makna, kecuali jika dibaca bukan hanya dengan mata, tapi juga dengan hati. Terdengar aneh, karena di zaman serba melimpah ini masih ada orang yang bergulat mencari sesuap nasi.
Kisah drama dan gelak tawa para selebriti yang seolah tak ada masalah, takkan pernah mampu menutupi fakta, bahwa ada begitu banyak keluarga yang hidupnya masih di bawah garis layak untuk disebut sejahtera.
Peringatan Hari Pangan Sedunia, Minggu, 16 Oktober 2022, mengajak kita untuk solider dengan mereka yang papa dan hidup susah di zaman ini.
Sejak pagi umun-umun, kita dapat melihat geliat orang miskin itu, bergulat demi sesuap nasi.
Tampilan mereka banyak rupa. Ada yang membawa karung kumuh memasukkan satu demi satu gelas dan botol plastik ke dalamnya. Tidak lama kemudian ada orang yang narik gerobak sampah memasukkan plastik sampah warga untuk dibawa ke truk pengangkut sampah.
Agak siangan lagi, di sekitar lampu merah, kita melihat aneka aksi diperagakan demi sesuap nasi. Ada yang bernyanyi dengan gitar sumbang, manusia silver, orang berkaki pincang yang dibalut kain merah yang bukan karena darah, teletabis tua, ondel-ondel, jatilan, dan sebagainya. Mereka mengumpulkan receh demi receh untuk sesuap nasi.
Mereka adalah saudara kita yang tak kurang beruntung. Mereka tidak akan membuang makanan. Sebab boro-boro dibuang, untuk mencukupi kebutuhan harian anak istri atau suami, tak ada garansi memperoleh cukup.
Lalu, sapa yang akan kita buat di Hari Pangan Sedunia ini? Kalaupun hari ini belum bisa memberi sesuatu kepada mereka, setidaknya hari ini kita bertekad hidup sederhana. Tidak boros. Menyisihkan sebagian rezeki yang sampai hari ini belum kita berikan pada mereka yang berhak menerima. Untuk berderma!