Foto : Willy Kurniawan/ Reuters
Di bulan puasa ini kita disuguhi banyak demo, baik yang melibatkan mahasiswa, kaum buruh, maupun elemen masyarakat.
Apapun demonya itu baik, asalkan tujuannya jelas untuk kebaikan bersama. Apalagi, demi perubahan bangsa dan negara ke arah yang benar dan semakin baik.
Kenyataannya, demo mahasiswa itu tidak murni lagi. Mereka disusupi, atau tepatnya dititipi agenda politik. Tuntutan pendemo semakin meliar, memaksa, bahkan mengancam dengan mengatasnamakan rakyat yang tidak jelas.
Berdemo itu yang cerdas, tidak asal mengenakan jaket almamater sambil petentang petenteng dan berorasi lantang bak preman jalanan. Tapi berdemo yang simpatik, berempati, dan elegan untuk memperoleh kepercayaan dan dukungan masyarakat.
Kini tidak zamannya lagi, berdemo ramai-ramai bak pahlawan kesiangan. Demo yang cerdas itu menggunakan hati dan terkoordinasi. Tentukan sikap, tujuan, dan kejelasan koordinasi yang hendak dikritisi. Mengkritisi untuk dimusyawarahkan bersama dan mencari jalan ke luar dari permasalahan.
Jangan bilang menemui tuan yang terhormat atau junjungan kita itu sulit bak zaman feodal. Zaman telah berubah. Zaman digitalisasi itu sederhana, menyingkat jarak, dan mudah. Kita memiliki banyak cara dan relasi untuk menemui beliau-beliau guna menyampaikan aspirasi.
Demo turun ke jalan itu tidak cerdas, ngawur, dan menunjukkan pribadi yang tidak intelek. Kita memacetkan jalan, merugikan masyarakat, dan perekonomian pun terhambat.
Coba diingat, tujuan orangtua kita memfasilitasi kuliah itu agar kita pandai dan mempunyai kehidupan yang lebih baik. Kita mampu mengangkat derajat keluarga dan masa depan cerah. Kuliah itu tidak untuk berdemo.
Kita tentu juga tidak boleh marah, jika teman tidak ikut-ikutan demo. Bukan karena tidak solider dan tidak mau berjuang demi perbaikan ekonomi rakyat, melainkan mereka menyadari, memperbaiki kehidupan berbangsa itu harus dimulai dari perubahan dan memperbaiki diri sendiri. Jika kita pintar dan melek wawasan, kita tidak mudah dihasut, dibohongi, dan dimanfaatkan oleh elit politik untuk tujuan jahat.
Ketimbang hobi demo yang tak ada guna, lebih bijak kita demo pada diri sendiri agar tidak malas belajar, bekerja, dan malas berpikir. Karena malas itu sumber kebodohan, kemiskinan, dan kita mudah diadu domba demi tujuan jahat.
Saatnya kita demo ramai-ramai menuntut perubahan hidup sendiri. Nasib kita ditentukan oleh kita sendiri. Nasib bangsa dan negara ditentukan oleh persatuan dan tanggung jawab bersama untuk membangun bangsa yang mandiri, berdaulat, dan disegani di mata dunia internasional.