Diisolasi ASEAN, Junta Myanmar Cari Upaya Kompromi

Atas desakan Brunei Darusalam, ASEAN tidak mengundang pimpinan junta militer ke KTT ASEAN.  Myanmar pun terisolasi.  Menanggapi itu,  Jenderal Min Aung Hlaing mengumumkan akan membebaskan lebih dari 5.000 tahanan politik.

Seide id – Akhirnya pimpinan junta militer Myanmar Jenderal Min Aung Hlaing mengatakan, 5.636 tahanan akan dibebaskan untuk menandai festival Thadingyut bulan Oktober, tanpa memberikan rincian kapan mereka akan dibebaskan.

Pengumuman itu muncul setelah ASEAN memutuskan tidak mengundang Min Aung Hlaing ke pertemuan puncak ASEAN, karena rezim militer tidak memenuhi tuntutan ASEAN untuk meredakan krisis dan menggalang negosiasi dengan para penentang rezim, media barat memberitakan.

Para menteri luar negeri dari blok ASEAN hari Jumat (15/10) memutuskan untuk tidak mengundang Jenderal Min Aung Hlaing, melainkan memilih untuk mengundang “perwakilan non-politik” untuk mewakili Myanmar pada ke KTT ASEAN 26-28 Oktober.

Keputusan itu diambil atas desakan keras Brunei, setelah menteri luar negeri Brunei Erywan Yusof yang ditugaskan ASEAN ke Myanmar tidak mendapat izin untuk bertemu dengan Aung San Suu Kyi.

Junta militer myanmar mengecam keputusan itu dan menuduh ASEAN telah melanggar kebijakannya sendiri untuk tidak mencampuri urusan dalam negeri negara-negara anggotanya. Kubu militer melakukan kudeta setelah partai Aung San Suu Kyi, Liga Nasional untuk Demokrasi (NLD) memenangkan pemilu dengan mayoritas besar.

Militer mengatakan terpaksa melakukan kudeta karena kecurangan dalam pemilu. Sejak itu, ribuan orang ditahan, termasuk Aung San Suu Kyi.

Tekanan ASEAN berdampak.  Rezim militer Myanmar melepas tahanan politiknya.

Pihak berwenang Myanmar Juni lalu membebaskan lebih dari 2.000 pengunjuk rasa anti-kudeta, termasuk beberapa wartawan yang kritis terhadap rezim militer. Tapi masih banyak yang berada dalam tahanan, termasuk jurnalis Amerika Danny Fenster, yang ditangkap 24 Mei lalu.

“Bukan untuk mengendurkan represi”

Lebih dari 1.300 orang akan dibebaskan dengan syarat mereka menandatangani perjanjian untuk tidak melakukan pelanggaran kembali, kata junta militer dalam pernyataan yang dirilis Senin (18/10).

Perjanjian semacam itu “pada dasarnya merupakan bentuk pembebasan bersyarat yang berarti pengawasan dan ancaman yang konstan”, kata David Mathieson, pengamat politik yang sebelumnya berbasis di Myanmar, kepada kantor berita AFP.

“Itu tidak membebaskan SAC (Dewan Administrasi Negara, sebagaimana junta militer menamakan dirinya sendiri) dari sembilan bulan kekerasan ekstrem.”

Kelompok pemantau AAPP mengecam rilis itu sebagai ancaman yang ditujukan kepada pemerintah asing. “Tujuannya bukan untuk mengendurkan represi,” kata AAPP dalam sebuah pernyataan yang diposting di Twitter. – DW/dms.  

Avatar photo

About Supriyanto Martosuwito

Menjadi jurnalis di media perkotaan, sejak 1984, reporter hingga 1992, Redpel majalah/tabloid Film hingga 2002, Pemred majalah wanita Prodo, Pemred portal IndonesiaSelebriti.com. Sejak 2004, kembali ke Pos Kota grup, hingga 2020. Kini mengelola Seide.id.