Seide.id- Memilih untuk memutuskan itu tidak mudah. Apalagi kita harus memilih antara orangtua dengan keluarga. Sungguh pilihan yang berat, pelik, dan amat sulit.
Dilema itu yang sekarang saya hadapi. Saya harus memutuskan dengan hati-hati, cermat, dan bijak demi kebaikan bersama.
Ibu terkena stroke di kampung dan tidak ada anak-anaknya yang mau mengurus. Semua kakak saya seperti tidak peduli. Kendati saya telah mengajak mereka rembugan untuk patungan menanggung biaya Ibu. Tapi mereka seperti lepas tangan dan menyerahkan Ibu pada saya. Karena saya dianggap lebih mapan dibandingkan mereka.
Kakak-kakak saya tidak sadar, bahwa saya tidak bekerja alias Ibu rumah tangga. Suami sebentar lagi pensiun, dan kedua anak saya membutuhkan biaya besar untuk kuliah. Saya juga belum bicara banyak dengan suami. Lalu?
Sekali lagi saya mohon pengertian semua kakak, karena tidak mungkin mengajak Ibu yang lumpuh itu naik pesawat untuk pindah ke Jakarta. Selain biayanya besar, siapa yang mengurus semua kebutuhan Ibu nanti? Ibu juga tidak mau pindah, karena semua anak dan famili berada di kampung.
Ketika niat untuk memboyong Ibu, saya kemukakan lagi pada suami, dia tampak keberatan. Alasannya, masalah Ibu itu harus menjadi tanggung jawab bersama. Ibu yang lumpuh itu tidak mungkin dipindah ke Jakarta, apalagi Ibu berat meninggalkan kampung.
Dilema Ibu sungguh berat dan sulit diurai, karena tidak ada anggota keluarga yang mau mengalah dan memahami keadaan Ibu. Semua anggota keluarga merasa benar dengan alasan masing-masing.
Saya sedih menghadapi kenyataan itu. Setiap keluarga mempunyai masalah sendiri. Tapi terhadap Ibu yang melahirkan dan membesarkan mereka?
Jika saya mempunyai tabungan dan masih bekerja, keadaan Ibu yang sakit dan memprihatikan itu tidak bakal membuat saya jadi pusing seperti ini.
Saya lalu berandai-andai yang berakhir dengan menyesali diri, karena merasa tidak berdaya untuk bisa berbuat banyak demi Ibu. Saya belum membahagiakan Ibu.
Sesungguhnya, saya ingin sekali merawat Ibu. Kelak, saya juga sedih seandainya ditelantarkan oleh anak sendiri. Seorang Ibu mampu membesarkan lima orang anak, tapi lima orang anak mampu mengopeni Ibunya.
Tiba-tiba terlintas keinginan saya menjual rumah warisan Ayah untuk biaya berobat Ibu. Apakah mereka setuju dan ikhlas tanpa minta bagian warisan? Lalu, siapa yang mau manampung dan merawat Ibu?
Sungguh sulit dan rumit! Dilema merawat Ibu itu tidak mampu saya pikirkan dan tanggulangi sendiri.
Tuhan, harus bagaimanakah saya menentukan sikap?
Semoga Tuhan mencerahkan pikiran dan hati anak-anak Ibu untuk menghormati orangtuanya dengan bakti dan cinta.
…
Mas Redjo / Red-Joss