Kehidupan di metropolitan memiliki dinamika yang khas. Pertemuan dari berbagai latar belakang suku bangsa , tingkatan sosial, profesi dan pendidikan. Budaya metropolitan memberi ciri khas akan relasi kerja dan kepentingan yang sangat dominan, dimana waktu adalah uang.
Tantangan kehidupan juga berbeda dengan suasana kampung yang homogen. Maka merenungkan dinamika itu, saya menuliskan sajak: Ketika Hujan di Metropolitan
Roda kehidupan terus berputar
menderu nafas dalam debu
dan asap tantangan zaman
di metropolitan yang galau
tapi tetap memukau
penuh gemerlap harapan
Hujan turun siang ini
Saat lelah sehabis kerja
Ingin pulang ke rumah
namun tertahan hujan
jalanan macet dan ribet
Pikiran jadi kacau galau
karena rencana tertunda
dan raga semakin lelah
Hujan di metropolitan
ajarkan ketakpastian
dalam agenda kegiatan
ketika cuaca tak terduga
ketika tantangan tak diundang
ketika kendala tak diminta
dalam normalnya harapan
Hujan di metropolitan
belaian langit pada lingkungan
rezeki alam halau polusi
tangan semesta menyibak panas
Iri dengki dendam kesumat
dalam emosi dan nalar
dalam relasi antar sesama
dalam alam yang tersakiti
dalam jiwa yang dahaga
Tergantung cara berpikir
dari setiap yang mengalani
turunnya hujan di kota ini
Hujan di metropolitan
Bisa membuat pilek batuk
pada raga yang lapuk
Bisa menggenangi jalanan
karena got yang mampet
Bisa membuat becek
pada jalanan dan lorong
Bisa jadi bencana banjir
pada lingkungan kumuh
di belakang gedung megah
dan perumahan orang kaya
Hujan di metropolitan
gugatan alam pada insan
tentang tanggungjawab lingkungan
dalam pembangunan
untuk kehidupan yang nyaman
bagi segenap insan
Simply da Flores Harmony Institute