Seide.id – “Pesta pora dan pemabukan adalah simbol orang yang lupa diri. Tapi kertak gigi dan ratap tangis adalah penyesalan yang selalu datang belakangan.”
Peristiwa di atas itu bisa terjadi pada siapa pun, kapan pun, dan di mana pun. Setiap saat dan bisa terjadi di sembarang tempat.
Ketika peristiwa itu terjadi pada keluarga karyawan, AY yang sepupu ipar itu, saya amat terpukul. Saya seperti diingatkan kembali. Potongan-potongan film itu seperti terangkai jelas, sehingga membuat saya sulit bernafas.
Bagaimana tidak. Karena sembrono dan kurang kontrol untuk kroscek kembali, akhirnya musibah demi musibah datang bertubi-tubi, dan tiada henti.
Dari mulai mesin pabrik yang rusak secara bergantian; dibayar dengan cek kosong; ruko yang ditinggal pergi oleh penyewanya, padahal barang barusan dikirim; hingga pelanggan yang kabur.
Lalu, ternyata AY menggelapkan uang setoran, disusul oleh istri AY yang sepupunya itu meninggal dunia dalam usia muda. Sakit dua hari, dan meninggalkan 2 anak yang masih kecil.
Mungkinkah ini salah satu sebab, karena AY sekadar mencari omset, lalu menyerobot langganan dari pelanggan dengan mendatangi mereka seperti yang dikatakan oleh B? Pelanggan menyumpahi AY?
“Ini pekerjaan saya yang kau tangani, sebelum diteruskan oleh AY,” tulis B di antara foto-foto pekerjaan itu. “Jadi, kalau kau tidak tahu kelakuan AY itu kebangetan.”
Saya terhenyak, karena merasa kecolongan. Selama ini saya hanya ngecek laporan keuangan. Semua pekerjaan pabrik diatur oleh AY yang sepupu dari istri, dan saya mempercayainya. Ternyata AY memimpikan penghasilan besar secara instan, tapi kerja ringan.
Sesungguhnya, tempo hari saya ingin sekali silaturahmi ke tempat B untuk menjelaskan duduk perkara dan minta maaf. Tapi niat itu urung, karena banyak pekerjaan. Saya sebagai salah seorang pimpinan di suatu perusaan multi nasional itu harus ke kantor pusat yang waktu itu sedang banyak masalah, dan minta segera diselesaikan.
Kesibukan atau menyibukkan diri yang membuat saya melupa, tak peduli, atau bersikap masa bodoh. Hingga akhirnya, nasi telah jadi bubur. Terlanjur. Kepercayaan yang selama ini saya bangun itu telah dihancurkan oleh AY.
Untuk memulai lagi dari bawah, nol besar itu tidak mudah memang. Tapi saya harus berani memilih untuk mundur dari pimpinan perusahaan multi nasional atau membangun usaha sendiri.
Untuk membangun usaha di atas kejujuran dan kebenaran itu tidak mudah. Tapi saya harus bangkit kembali. Pengalaman pahit adalah guru terbaik agar saya sadar diri. Bahwa kerja halal itu lebih nikmat dan menyehatkan jiwa.
Niat ingsun!
…
Mas Redjo /Red-Joss