Pot untuk tanaman daun Mint dari galon air mineral. Foto Heryus Saputro
Oleh HERYUS SAPUTRO SAMHUDI
MASIH pagi buta, lagi-lagi saya temukan Mak Wejang lagi tolak pinggang di dekat warung Nasi Uduk kampung sebelah, sembari tangannya menunjuk-nunjuk ke gelas-gelas plastik bekas akua yang berserakan di tanah. “Elu, elu…keterlaluan, pada…! Ntu kan ada bak sampah, sengaja Pak Kades nyediain, buat buang sampah. Lha kok gelas bekas akua elo lempar sembarangan?”
Mak Wejang berkata benar. Maka sebelum Mak Wejang ambil kamera dan merekam sampah berceceran itu di depan para pemuka kampung, yang urusannya pasti akan Panjang, tanpa diminta…beberapa orang langsung memunguti sampah berserakan dan menyimpannya rapi dalam bak. “Mohon maaf nih, Mak…! Anak-anak emang susah di bilangin. Nyampah dimana-mana,” kata seseorang coba membela diri…
“Anak-anak elu salahin! Terus, mata lu ditaro dimana? Kalo gue nggak control, elu elu biarin aja ye, ntu sampah…?” lanjut Mak Wejang. “Plastik itu, Bang, Mpok…jenis bahan yang dekat dengan kehidupan hari-hari. Saat makan, minum dari botol, bawa barang, ngebungkus sesuatu, kita gunain wadah plastik. Jadi… tanpa sadar, kita eni andil menambah sampah plastik yang makin menggunung, sulit terurai,” kata Mak Wejang
Di pojok warung, sambil menikmati Nasi Uduk Semu Jengkol.saya mengangguk-angguk, Mak Wejang benar. Banyak orang nggak sadar, sembarangan memperlakukan wadah plastik usai mengikonsumsi sesuatu. Padahal, data Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat RI menyebut, produksi sampah plastik Indonesia menduduki peringkat kedua sampah domestik yaitu 5,4 juta ton per tahun.
“Yang aye baca, nih, Bang, Mpok…! Plastik itu kan bahan dasarnya minyak bumi dan aneka bahan lain yang ditambahkan saat pembuatannya, tak dapat terurai dengan cara sama seperti bahan organik. Kayu, rumput dan makanan yang dibuang mengalami proses biodegradasi saat tertimbun dalam tanah, dimana bahan-bahan ini diubah bakteri di dalam tanah jadi senyawa yang berguna. Tapi tak begitu dengan plastik.”
“Walau kantong plastik umumnya berbahan polyethylene yang tak dapat mengalami biodegradasi, tapi sebetulnya pada plastik dapat terjadi fotodegradasi, yakni jadi rapuh terpecah-pecah bila terkena pancaran ultraviolet dari sinar matahari. Perlu waktu lama bagi matahari buat lakuin ‘keajaiban’ ini. Para pakar memperkirakan setidaknya butuh waktu 500 hingga 1.000 tahun untuk terjadinya penguraian.”
“Abang dan Mpok kan khatam tuh, soal dampak buruk sampah plastik, yang dengan kandungan bahan beracunnya, bisa timbulkan masalah kesehatan dan lingkungan. Ini serius, Bang. Mpok…! Bila masuk ke dalam tubuh, bisa memicu terjadinya: kanker, endometriosis, kerusakan saraf, disrupsi endokrin, cacat lahir, kelainan perkembangan anak. gangguan kesuburan, gangguan organ reproduksi, kerusakan sistem imun, asma, kerusakan organ multipel.”
Plastik juga dapat mencemar lingkungan di tanah, air, pun di udara. Dapat menghalangi peresapan air dan sinar matahari, hingga mengurangi kesuburan tanah dan dapat menyebabkan banjir. Sampah plastik memberi sumbangsih 90% sampah laut. Beda dengan di tanah yang tak kena sinar matahari bila tertimbun, di laut sampah plastik leluasa dipapar sinar ultraviolet matahari.
Lalu terjadilah fotodegradasi, memecah plastik jadi ukuran kecil-kecil. Bahan beracun dari plastik yang terpecah-pecah itu, misalnya bisphenol A (BPA), akhirnya masuk dalam rantai makanan termakan oleh makhluk hidup di laut, dari yang terkecil hingga yang terbesar. Dan manusia yang mungkin berada dalam urutan teratas rantai makanan tersebut, mendapatkan efek akumulasi dari bahan-bahan beracun itu”
Di udara, komponen plastik yang bertebaran dapat berbahaya bagi kesehatan dan lingkungan. Hindari membakar sampah plastik di ruangan terbuka, apalagi di ruang tertutup. Karena plastik jenis polyvinyl chloride (PVC) misalnya, mengandung halogen yang bila dibakar akan menghasilkan dioksin – komponen paling berbahaya yang dihasilkan manusia.
“Karena itu, Bang,Mpok… jaga kesehatan lingkungan dengan memilih dan mengelola plastik secara tepat. Ketika belanja, bawa sendiri deh tuh, tas dari rumah. Atau, ganti kantong plastik yang biasa i dengan kantong plastik biodegradable yang lebih ramah lingkungan, Manfaatin sampah plastik yang nggak dipake jadi berguna, semisal pot tanaman…”
“Tuh lihat, warga kampung Bang Warta! Kompak, urun rembug bebarengan bikin TPS (Tempat Pengolahan Sampah), dan Bank Sampah buat nampung sampah plastik dan sampah metal yang nggak mungkin diolah jadi kompos taneman. Tiap rumah nabung sampah plastik dan metal, dijumlah, dikumpulin, secara berkala dijual ke lapak Mas Redjo. Hasilnya lumayan, buat tambahan beli beras, Bang. Mpok!” kata Mak Wejang.
Ya, bagi orang-orang kreatif, sampah itu nggak ada. Apa pun sampah, selalu punya guna. Luruhan daun-daun dan sampah organik rumah tangga, bisa di-manage jadi kompos, yang metal dilebur jadi lempeng baja baru. Plastik? Itu urusan Mas Rejo. Dan saya nggak perlu ngomong sama tetangga kampung sebelah, kalau Mas Redjo – pengusaha lapak & peleburan sampah plastik beken itu, sedulur saya, hi…hi…hi…!
03/08/2021 Pk 18:19 WIB