Foto: Tep ro / Pixabay
Saya pernah ditanya oleh seorang sahabat, BS. “Bagaimana agar doa kita dikabulkan Allah?”
“Teruslah berdoa, dan memohon secara benar.”
“Sampai kapan?”
“Allah mengabulkan doamu.”
BS tampak kurang puas dengan jawaban saya. Tapi itulah realita, bahkan kita sering bersikap seperti BS, ketika mempunyai keinginan.
Kita berharap agar doa, dan apa pun permohonan itu agar segera dikabulkan Allah. Kita lupa, dan tidak tahu diri, sehingga berani mengatur dan memaksa Allah. Padahal mewujudkan doa itu domain-Nya.
Seharusnya, kita berani membuka hati untuk melihat realita, bahwa sesungguhnya hidup ini anugerah Allah.
Kita harus sadar sesadarnya, bahwa hidup ini mukjizat-Nya. Sehingga, ketika kita memohon pada Allah, semoga DIA berkenan untuk mengabulkannya.
“Jika kita yang jahat selalu ingin memberikan yang baik pada anak-anaknya, terlebih bagi Allah Yang Maha Baik pasti memberi yang terbaik untuk kita yang meminta pada-Nya.”
Saya ingat akan janji setia Allah: “Mintalah, maka akan diberikan kepadamu. Carilah, maka kamu akan mendapat. Ketoklah, maka pintu akan dibukakan bagimu.”
Intinya, agar Allah penuhi janji-Nya, kita jangan segan untuk selalu mohon pada-Nya. Karena, bertekun dalam doa itu bukti ketergantungan kita pada Allah.
Sekiranya, doa belum dikabulkan, syukurilah hal itu sebagai sarana pemurnian diri agar kita tetap taat dan setia kepada-Nya.
Harapan yang dinafasi doa itu membuat kita makin optimistis menapaki masa depan. Dan pengalaman mengajarkan pada kita, bahwa semua akan indah pada waktu-Nya.
Senantiasa bersyukur, maka jiwa kita dilimpahi kelegaan dan subur.
Senantiasa mohon belas kasih-Nya, maka dosa-dosa kita diampuni.
Senantiasa mohon disembuhkan oleh-Nya, maka kita pun jadi tahir.
Senantiasa mohon keselamatan jiwa, maka kita pun diselamatkan dan hidup bahagia.
Sejatinya, tidak ada doa yang sia-sia. Yang sia-sia itu, jika kita tidak percaya dan tidak berdoa. Semangat doa itu menghidupi jiwa kita untuk kembali pada Allah Sang Pencipta.