Cerpen oleh Belinda Gunawan
Setelah acara wisuda usai, semua hadirin beranjak ke aula. Ada banyak orangtua lain, tapi hanya sebagian memakai korsase. Bunga dari kain ini adalah penghargaan, medali, piala bagi para ortu yang anaknya lulus sebagai best graduate. Not bad for a single mom, pikir Maria senang.
Matanya menyapu ruangan, mencari sulungnya yang telah membuatnya berjalan di awan. Tuntas tugasku, Mas, pikirnya, anakmu sudah jadi arsitek. Oh itu dia si Jo, lagi berfoto-foto dengan kawan-kawannya.
Maria menuju meja hidangan. Diambilnya dua potong kue jajan pasar.
“Maria?”
Ia mengangkat wajah. “Nathan?”
“Makasih, aku masih diingat.”
Maria tersenyum melihat korsase di jas Nathan. “Terbaik fakultas apa?”
“Dekave. Desain komunikasi visual.”
Mereka berbagi info. Rupanya Nathan juga sudah sendiri lagi. Eh, dasar lelaki, tidak disangka Nathan mengusik masa lalu. “Dulu itu, di Sweet Corner, kenapa kamu tidak muncul?”
“Aku datang… tapi kepagian.”
“Tidak menunggu, sebentar saja?”
“Aku… canggung, aku takut ada yang lihat kita, misalnya tetangga, padahal kamu tahu bapakku galak, lalu….”
“Lalu kamu pulang? Padahal aku datang tepat waktu, terus menunggumu satu jam lebih. Es krim tutti fruity sampai cair sendiri.”
“Sorry.” Maria berpikir, kalau saja waktu itu sudah ada ponsel.
“It’s okay. Aku juga salah, besoknya dan seterusnya menghindar darimu di sekolah. Gengsi lelaki.”
“Lalu tiba saat lulusan. Kita pisah sekolah. Kamu ke Kanisius, kan?”
“Dan kamu Ursula. Ah, masa SMP. Kuambilkan kopi?”
Saat Maria menunggu, Jo menyentuh bahunya. “Mah, maaf kutinggal sendirian.”
“Ada Om, kok.” Nathan muncul, menyodorkan secangkir kopi pada Maria.
Dua lelaki itu saling berkenalan. “Jadi namamu Jonathan?” tanya yang tua, menegaskan.
“Tapi sehari-hari dipanggil Jo, Om.”
Seorang wisudawati mendekat. “Nah, ini Maria,” kata si Om pada Jo dan ibunya.
“Riri,Tante,” kata si gadis, mengangguk sopan pada Maria senior.
Ayahnya menyambung, “Katanya nama Riri lebih…”
“Lebih edgy, Pah.”
Kedua lulusan baru bercakap-cakap sebentar, lalu diseret “gang” masing-masing untuk berfoto lagi.
“Jadi nama anakmu Jonathan?” tanya Nathan pada “mantan”.
“Dan anakmu Maria?”
Sepasang insan setengah baya itu tergelak. Rupanya “rasa” tempo doeloe itu bertahan sekalipun jodoh berkata lain.
Lalu entah dibisiki “setan” apa Nathan berbisik, “Mar, apakah tabu kalau… dalam satu rumah tangga ada dua Jonathan dan dua Maria?”
Maria bengong sejenak. Lalu, “Ah, gila kamu!”
6 November 2021