Seide.id -Rasanya tidak masuk akal jika ada yang mengatakan ia tidak punya jantung. Jantungnya di simpan di tasnya.
Bisa bisa ia dianggap sedang mabuk. Masih bagus tidak dianggap sakit jiwa.
Masalahnya, siapa pun tahu, jantung adanya di dalam tubuh, bukannya di luar tubuh.
Sebagai salah satu organ utama penunjang hidup, keberadaannya dalam tubuh pun dilindungi oleh tulang dada dan tulang rusuk
Tapi pada kenyataannya, hal seperti itu memang ada.
Selwa Hussein, warga Inggris, salah seorang yang menjalani kehidupan yang tragis.
Selwa tidak memiliki jantung ditubuhnya. Ia hidup dengan jantung buatan yang diletakkan di tas ranselnya.
Dalam tas ranselnya, selain berisi jantung buatan atau alat pemompa darah, juga berisi motor dan dua unit baterei seberat 6,8 kg
Perempuan berusia 45 tahun ini harus menerima keadaan, hidup dengan menenteng-nenteng jantung di ranselnya.
Ke mana pun ia pergi, ransel itu selalu ia peluk, gendong atau ia bopong di punggungnya, karena di situ terletak kehidupannya.
Selwa menjalani hidup seperti ini setelah menjalani operasi yang radikal untuk menyelamatkan nyawanya .
Meski tidak mudah, namun ibu dari dua orang anak ini mencoba menjalani kehidupan senormal mungkin .
“Butuh waktu berbulan-bulan untuk beradaptasi dengan keadaan ini,” ujarnya.
Menurut Surat kabar Inggris Daily Mail, Selwa Hussein adalah satu-satunya orang yang menjalani hidup seperti itu di Inggris.
Tapi bagaimana awalnya sampai ia masuk pada situasi yang sangat sulit, barangkali patut disimak.
Awal Dari Segalanya.
Kisahnya belakangan jadi pembicaraan karena perjuangannya untuk hidup sejak 2017.
Kejadiannya bermula saat ia merasa sangat terengah- engah. Kondisi tersebut membuat Selwa datang pada dokter keluarga di Clayhall, Essex.
Ia mengeluh dadanya sangat nyeri. Tapi dokter salah mendiagnosa. Mengira ia hanya kena gangguan pencernaan lalu mengirimnya ke rumah sakit setempat.
Ternyata ia mengalami gagal jantung yang sangat parah.
Empat hari kemudian, Selwa dilarikan ke Rumah Sakit Harefield yang terkenal di
dunia. Sejumlah ahli jantung kemudian berjuang untuk membuatnya tetap hidup.
Tapi kondisinya tidak memungkinkan ia hidup dengan pompa pendukung dan transplantasi jantung.
Tim ahli menyimpulkan, Selwa mengalami kondisi yang sangat jarang terjadi.
Kondisinya disebut kardiomiopati dan situasinya sangat kritis.
Dengan harapan hidup yang sangat tipis, suaminya, Ai, setuju ia diberi jantung buatan.
Lewat operasi yang berlangsung selama enam jam, jantung alami Selwa diangkat. Diganti implan dengan unit spesial di punggungnya.
Selwa menjadi orang kedua, dan perempuan pertama yang menggunakan metode semacam ini dan menjalani cara hidup yang sangat langka.
Jantung Di Dalam Ransel
Fungsi jantung buatan tersebut seperti bilik jantung alami yang bertugas untuk mengalirkan darah ke seluruh tubuhnya.
Tapi agar jantung itu bisa bekerja, harus menggunakan motor dan pompa dengan dua baterai seberat 6,8 kg.
Pompa ini akan mendorong udara ke dalam kantong plastik di dadanya melalui tabung yang terpasang, sehingga terjadi sirkulasi darah di tubuhnya
Sedang dua tabung plastik besar yang terhubung ke ranselnya, dimasukan ke tubuhnya lewat pusar dan naik ke dadanya.
Lewat cara itu jantung mengalirkan darah ke tubuhnya dengan kecepatan 138 denyut per menit, dengan ritme yang membuat dadanya bergetar.
Tapi jantung ini bukan hanya membuat darahnya mengalir.
Suka tidak suka, Selwa harus mendengar suara pompa dan desingan konstan suara motor, yang ke luar dari ranselmya.
Suaranya juga terdengar oleh mereka yang ada di dekatnya.
Waktunya 90 detik
Operasi radikal dengan biaya Rp 1,7 memang berhasil menyelamatkan nyawanya. Tapi hidup dengan jantung dalam tas ranselnya, tidak berarti persoalan selesai.
Selwa harus selalu ditemani. Jika tidak ditemani suaminya, ia ditemani ‘pengasuhnya‘ untuk mencegah bencana buruk.
Bencana buruk itu bisa terjadi pada motor untuk pompa jantungnya.
Selwa memiliki dua set unit baterei untuk menyalakan motor. Unit yang kedua, siaga di ranselnya yang lain- jika yang pertama gagal dihidupkan.
Andai mesin pompa jantungnya mati, maka mereka hanya punya waktu 90 detik untuk menghubungkan Selwa ke mesin cadangan.
Tapi meski 90 detik adalah waktu untuk ia hidup atau mati, Selwa tetap memuji tim Rumah Sakit Harefield .
“Luar biasa. Mereka datang dengan solusi, ” katanya.
Bahkan sekali pun untuk hidup, ia harus menjalani cara yang sangat sulit, ia tetap berterima kasih untuk kata dibalik solusi.
“Solusi yang memungkinkan saya untuk tetap hidup untuk melihat Tahun Baru bersama keluarga saya. Untuk itu saya berterima kasih selamanya,” tutur Selwa.
Hidup bukan sesuatu yang harus disia-siakan karena hidup sangat berarti.
Barangkali pesan itu yang ingin Selwa Hussein sampaikan.
(ricke senduk)