Penolakan di New York memaksa Taliban menggunakan jalur diplomasi untuk mendapat pengakuan PBB. Artinya, Taliban harus melobi sebanyak mungkin negara anggota. Tapi bagaimana sikap mereka terhadap penguasa baru Afganistan itu?
Sudah bukan rahasia lagi jika dinas rahasia Pakistan, ISI, sejak lama menyokong Taliban. Pun Perdana Menteri Imran Khan menyambut perebutan kekuasan oleh para Talib pada bulan Agustus lalu.
Pakistan termasuk satu dari tiga negara yang mengakui kekuasaan Taliban di periode pertama “Emirat Islam Afganistan” antara 1996 dan 2001. Negara lain adalah Arab Saudi dan Uni Emirat Arab.
Sebab itu pula muncul desakan di Washington untuk mengkaji ulang hubungan dengan Pakistan.
Dalam pidatonya di Sidang Umum PBB, Jumat (27/9) lalu, PM Imran Khan memaparkan betapa Pakistan menjadi korban dari “sikap tidak berterima kasih” Amerika Serikat selama tahun-tahun pendudukan di Afganistan. Bukannya mendapat “ungkapan terima kasih,” Pakistan malah disalahkan, kata dia.
Bersama pergantian kekuasaan di Afganistan, Pakistan ikut memutus rantai diplomasi antara Kabul dan jiran yang dimusuhi, India. Meski begitu, pertalian dengan Taliban bukan tanpa risiko. Pakistan sendiri hingga kini masih memerangi kelompok pemberontak dan teroris yang diyakini berhubungan dengan Taliban.
Pemerintah Turki di Ankara berkepentingan menghadang gelombang pengungsi dari Afganistan. Selama ini, negeri di antara Asia dan Eropa itu menjadi batu loncatan bagi para pencari suaka. Uni Eropa dan Turki mengkhawatirkan penumpukan pengungsi di Anatolia. Sebabnya Ankara memerintahkan pembangunan tembok perbatasan menuju Iran.
Taliban sebaliknya secara aktif mengundang Turki membantu mengoperasikan Bandar Udara Hamid Karsai di Kabul.
Bagi para Talib, Turki dan Qatar selama ini adalah satu-satunya jembatan menuju dunia internasional.
Qatar : Kerajaan kecil di Teluk Persia ini sejak awal aktif memediasi dunia internasional dengan Taliban. Hampir tidak satu pun penerbangan evakuasi yang dilangsungkan tanpa campur tangan Qatar.
Pemerintah Qatar di Doha dikenal gemar memadu relasi dengan kelompok bawah tanah, seperti Ikhwanul Muslimin atau Hamas.
Sejak 2013, Taliban resmi diundang untuk membuka kantor perwakilan di Doha. Ironisnya, negeri kecil itu juga menampung salah satu pangkalan militer terbesar Amerika Serikat di Timur Tengah yang menjadi basis bagi evakuasi dari Afganistan, Agustus silam.
Selanjutnya, Bagaimana dengan Indonesia?