Berbagai produk otomotif Eropa menarik iklannya dari Twitter setelah Elon Musk menguasai si burung biru. General Motors, Volkswagen (VW) dan Audi, serta raksasa farmasi Pfizer, produsen makanan General Mills, pemilik Cheerios dan Lucky Charms, mengambil langkah yang sama.
Seide.id – Setelah menguasai dan membeli Twitter Rp633 triliun, Elon Musk mencari cara untuk menghemat biaya dan menghasilkan uang dari Twitter, saat sejumlah pengiklan menarik diri dari platform tersebut.
Penguasa baru si burung biru itu, melakukan PHK besar besaran untuk menghemat biaya dan Elon Musk, menyalahkan “kelompok aktivis yang menekan para pengiklan” atas “anjloknya pendapatan” saat perusahaan media sosial pengirim pesan 140 kata ini.
Melansir berita dari BBC, Elon Musk, sang miliarder dan pemilik Tesla mengetwit bahwa para “aktivis” yang mengangkat kekhawatiran mengenai cara Twitter dimoderasi sedang “berusaha menghancurkan kebebasan berbicara di Amerika”.
Berbagai laporan menyebutkan bahwa ribuan staf kehilangan pekerjaan mereka. Yoel Roth, kepala divisi keamanan dan integritas Twitter, tampaknya mengonfirmasi dalam sebuah utas Twitter bahwa “kira-kira 50%” dari tenaga kerja Twitter telah di-PHK di seluruh perusahaan.
Ia menambahkan bahwa hampir 2000+ moderator konten yang “bertugas memeriksa konten di garis depan tidak terdampak” oleh PHK.
Ia bersikeras bahwa semua pegawai yang di-PHK ditawari pesangon sebesar tiga bulan gaji, “yang 50% lebih besar dari yang diwajibkan oleh hukum”.
Menanggapi topik moderasi konten, ia berkata “komitmen kuat” Twitter tetap “tidak berubah sama sekali”.
Banyak kelompok dan aktivis keamanan berinternet telah mengungkapkan kekhawatiran tentang rencana Musk untuk melonggarkan moderasi konten dan membalikkan larangan permanen yang diberikan Twitter kepada sejumlah sosok kontroversial, termasuk mantan presiden AS Donald Trump.
Sebuah email internal yang dikirimkan kepada para staf Twitter pada hari Jumat (04/11) mengatakan PHK massal “sayangnya diperlukan untuk memastikan kesuksesan perusahaan di masa depan”.
Para staf mengonfirmasi di Twitter bahwa mereka telah dikeluarkan dari laptop kerja dan Slack, sistem perpesanan untuk kantor.
Banyak staf mengungkap bahwa mereka telah dipecat di berbagai divisi platform itu, memberi gambaran akan PHK di berbagai belahan dunia dan berdampak pada banyak departemen mulai dari pemasaran sampai enjinering.
Divisi yang terdampak PHK meliputi komunikasi, kurasi konten, dan pengembangan produk.
Sebuah tim yang fokus pada riset tentang bagaimana Twitter menggunakan algoritma – isu yang menjadi prioritas Musk – juga dipecat, menurut sebuah twit dari mantan manajer senior perusahaan. Tetapi kabar itu belakangan disangkal.
Hampir semua pendapatan Twitter saat ini berasal dari iklan dan Volkswagen (VW) termasuk di antara yang berhenti memasang iklannya sejak Musk membeli perusahaan media sosial itu.
“Kami memantau situasinya dengan saksama dan akan menentukan langkah berikutnya sesuai perkembangannya,” kata produsen mobil terbesar di Eropa itu.
Pada hari Kamis (03/11), produsen makanan General Mills, pemilik Cheerios dan Lucky Charms, mengambil langkah yang sama. Mereka mengatakan mereka terus memantau “arah baru” Twitter dan ingin “mengevaluasi belanja pemasaran [perusahaan]”.
Merk lainnya yang menghentikan sementara aktivitas berbayar di platform itu termasuk produsen mobil General Motors dan Audi, serta raksasa farmasi Pfizer.
Musk terus mencari cara untuk menghemat biaya dan menghasilkan uang dengan berbagai cara dari Twitter, termasuk rencana menerapkan ongkos langganan bulanan bagi para pengguna terverifikasi.
Ia juga mengusulkan bahwa mereka yang membayar $8 (Rp126.000) per bulan akan mendapatkan layanan tambahan yaitu Twit mereka akan didorong dalam balasan, sebutan, dan pencarian. Usulan ini menuai kritik dari beberapa orang di Twitter, yang mengatakan Musk menciptakan sistem dua tingkat yang akan menguntungkan mereka yang membayar.
Karyawan Twitter mengajukan gugatan class action pada hari Kamis (03/11) yang berargumen bahwa perusahaan itu melanggar undang-undang federal dan California, dengan melakukan PHK massal tanpa memberi kabar 60 hari sebelumnya.
Gugatan tersebut juga meminta pengadilan federal San Fransisco untuk memerintahkan Twitter agar tidak meminta karyawan yang di-PHK menandatangani dokumen yang melepaskan hak mereka tanpa memberi tahu mereka tentang kasus di pengadilan ini.
Shannon Liss-Riordan, pengacara yang mengoordinasikan kasus ini, mengatakan: “Kami mengajukan komplain ini ke pengadilan federal untuk memastikan bahwa Twitter akan dimintai pertanggungjawaban pada hukum kami, dan untuk menolong karyawan Twitter dengan membantu mereka memahami hak-hak mereka.” – BBC/dms