Nilai mata uang Lira merosot hingga titik terendah, namun Presiden Turki Tayyip Erdogan ngotot tak menaikan suku bunga dengan alasan agama Islam melarang bunga.
Seide.id – Mata uang nasional Turki, lira, merosot lebih jauh dan menyentuh titik terendah baru, setelah Presiden Recep Tayyip Erdogan menegaskan tidak akan menaikkan suku bunga guna mengatasi lonjakan inflasi karena bertentangan dengan keyakinannya sebagai seorang Muslim.
Dalam perdagangan pada Senin (20/12), lira anjlok lagi 5% terhadap dolar Amerika Serikat. Dengan penurunan ini maka nilai lira sudah turun sekitar dua pertiga selama satu bulan terakhir saja.
Namun dalam pidato yang disiarkan pada Minggu malam waktu setempat (19/12), Presiden Erdogan menggarisbawahi bahwa sebagai seorang Muslim ia tidak mendukung kenaikan suku bunga.
“Mereka mengeluh kami terus memangkas suku bunga. Jangan harap yang lain dari saya,” tegasnya.
“Sebagai seorang Muslim, saya akan tetap menjalanan ajaran agama kami. Ini adalah perintah.”
Berdasarkan syariah Islam, Muslim dilarang menerima atau memetik bunga pinjaman.
Nilai tukar lira bulan lalu turun 30% terhadap dolar.
Meskipun penurunan lira terus mencapai titik terendah pekan ini, pemimpin Turki yang telah lama berkuasa itu tetap mempertahankan pendekatannya berupa “perang ekonomi yang mandiri” dengan ditopang suku bunga rendah.
Lalu mengapa Presiden Erdogan mempertahankan model, yang menurut para kritikus, berisiko mengerek inflasi, pengangguran dan tingkat kemiskinan, dan apa artinya bagi warga Turki?
Alasan sederhana keterpurukan lira adalah kebijakan ekonomi tak lazim yang ditempuh Erdogan, yakni mempertahankan suku bunga rendah untuk mendongkrak pertumbuhan ekonomi Turki dan potensi ekspor dengan nilai tukar yang kompetitif.
Harga kebutuhan pokok di Turki meroket seiring dengan kenaikan inflasi.
Bagi banyak ekonom, jika inflasi naik yang dilakukan untuk mengendalikannya adalah menaikkan bunga. Tapi Presiden Erdogan Erdogan memandang suku bunga sebagai “keburukan yang membuat si kaya semakin kaya dan si miskin semakin miskin.”
“Semua serba mahal,” kata Sevim Yildirim kepada BBC di sebuah pasar buah. “Dengan harga seperti ini, tak mungkin bisa menyediakan makanan utama untuk keluarga.”
Inflasi tahunan meningkat di atas 21% di Turki, tetapj Bank Sentral Republik Turki, dikendalikan oleh Erdogan, hanya menurunkan suku bunga dari 16% ke 15%, pemotongan ketiga tahun ini.
Inflasi meningkat di seluruh dunia, dan bank sentral di masing-masing negara membicarakan kenaikan suku bunga. Tidak demikian di Turki, karena Presiden Erdogan yakin inflasi pada akhirnya akan turun.
Dalam tempo dua tahun ia telah memecat tiga presiden bank sentral dan baru pekan ini ia mengganti menteri keuangan. Jadi nilai tukar lira terus merosot.
Selanjutnya, tergantung pada import