Perekonomian Turki tergantung pada impor untuk memproduksi barang-barang mulai dari makanan hingga tekstil sehingga kenaikan nilai dolar berdampak langsung pada harga barang-barang keperluan.
“Bagaimana kami bisa untung dalam kondisi ini?” tanya Sadiye Kaleci, yang menanam anggur Pamukova, kota kecil sekitar tiga jam perjalanan dari Istanbul.
“Kami menjual dengan harga rendah, harga belinya mahal,” keluh perempuan itu. Untuk tanaman anggurnya, ia perlu membeli diesel, pupuk dan sulfur.
Petani lain, Feride Tufan, mengaku satu-satunya cara bertahan adalah menjual aset-asetnya: “Kami melunasi utang dengan menjual tanah dan perkebunan anggur kami. Tapi jika kami menjual semuanya, kami tidak punya apa-apa lagi yang tersisa.”
Mata uang lira begitu bergejolak sehingga harga-harga berubah setiap hari.
“Saya sudah mengurangi semua pengeluaran,” ungkap Hakan Ayran ketika sedang berbelanja di pasar. “Untuk menutupi kebutuhan semua orang mengurangi makan dan tak seorang pun berbelanja.”
Uang dalam mata uang asing menjadi persoalan bagi sektor swasta dan sebagian besar perusahaan menahan produk mereka di gudang karena lebih menguntungkan dibanding menjualnya, karena votalitas lira dan inflasi.
Antrean terjadi di stasiun pengisian bahan bakar umum dan kantor pemerintah yang menawarkan roti dengan harga miring.
Pada waktu yang sama, partai-partai oposisi mendesak pemilihan umum yang dipercepat. Ketika lira merosot 18% dalam tempo sehari pada tanggal 23 November, terjadi unjuk rasa dan puluhan warga ditangkap.
Namun ungkapan kemarahan yang paling bisa diamati dari kalangan generasi muda Turki disampaikan lewat Twitter, streaming langsung di Twitch, video TikTok dan YouTube.
“Saya tidak senang dengan pemerintah sama sekali. Saya tidak bisa membayangkan masa depan bagi saya sendiri di negara ini,” kata seorang pemuda kepada wartawan di salah satu saluran YouTube.
Satu dari lima warga muda di Turki menganggur; bahkan jumlah perempuan yang menganggur lebih besar lagi.
Turki tercatat sebagai negara tertinggi keempat di dunia dari segi jumlah penduduk muda yang tidak bekerja, tidak bersekolah atau mendapat pelatihan, menurut OECD.
Kelompok penduduk muda ini membandingkan taraf hidup mereka dengan taraf hidup di negara-negara lain.
“Bagi warga muda di Amerika Serikat atau Eropa, mereka bisa dengan mudah membeli ponsel iPhone dengan gaji mereka, kata seorang pemuda berusia 18 tahun.
“Kalau pun saya bekerja sampai berbulan-bulan, saya tak mampu membelinya. Itu tak pantas terjadi pada saya.”
Generasi muda siap memainkan peran penting di dunia politik Turki yang telah diperintah oleh partai pimpinan Erdogan, Partai Keadilan dan Pembangunan (AKP) sejak 2002.
Hampir sembilan juta warga Turki yang dilahirkan sesudah akhir 1990-an akan mempunyai hak memilih dalam pemlu tahun 2023 dan fakta itu bisa menimbulkan masalah bagi AKP. -. BBC /dms