ESAI DAN LITERAS RAJA SI SINGAMANGARAJA XII

Surprise dan senang juga atas sambutan terhadap tulisan “114 TAHUN RAJA SI SINGAMANGARAJA XII…” yang saya tulis di akun facebook, Kamis kemarin. Selain aneka emoticon dan komentar, tulisan itu di-share ulang teman-teman 300-an kali.

Ya, logis dan wajar saja menurut saya. Raja Si Singamangaraja XII itu Pahlawan Nasional dari Tano Batak. Masa kita-kita halak Batak tak memberi perhatian sama sekali?

Dalam ranah dunia penulisan, tulisan saya itu bisa digolongkan sebagai esei. Esei atau essay adalah artikel atau karangan pendek, yang mengutamakan keindahan bahasa atau gaya penulisan yang personal.

Gaya penulisan yang personal membuat esei lebih terasa sebagai ungkapan pribadi penulis terhadap suatu masalah atau topik tertentu, sehingga pembaca seolah mendengar cerita dan berbincang dengan penulisnya. Esei bisa tentang apa saja, termasuk sejarah. Contoh esei terkenal di Indonesia adalah “Catatan Pinggir” karya Goenawan Mohamad yang rutin dimuat di Majalah TEMPO.

Meski lebih bersifat pribadi dan subyektif, esei tentu harus punya dasar dan pertanggung jawaban sebagai tulisan. Tulisan saya kemarin jelas dari pengetahuan sejarah, dari membaca buku-buku dan tulisan tentang Raja Si Singamangaraja XII.

Ada beberapa buku tentang sejarah dan perjuangan Raja Si Singamangaraja XII. Tapi sejauh yang saya tahu dan baca, buku yang paling komprenhensif mengenai perjuangan Raja tersebut adalah buku “Ahu Si Singamangaraja” karya Prof. DR. W.B. Sidjabat (Penerbit Sinar Harapan).

Prof. Sidjabat menulis buku ini dengan menggunakan naskah memoriam Raja Buntal, salah seorang putra Raja Si Singamangara XII. Selain itu, Prof. Sidjabat bertahun-tahun melakukan riset mendalam dan luas di Museum Pusat dan Arsip Nasional serta berbagai perpustakaan di Belanda, Jerman, dan Amerika Serikat. Prof. Sidjabat juga mewawancarai sekitar 90 orang.

Ketika terbit pertama kali, tahun 1982, buku ini dipuji karena mengungkap banyak hal baru dan meluruskan berbagai tulisan yang ada sebelumnya. Meski juga ada kritik, karena buku itu seperti menyembunyikan (atau memuji) peran Nommensen dalam Perang Batak. Harap dimaklumi, Prof. Sidjabat tokoh yang lama dan banyak terlibat dalam kepengurusan pusat HKBP. Tapi secara keseluruhan, “Ahu Si Singamangaraja” lah buku yang datanya paling lengkap dan sistimatika penulisannya paling baik tentang RSSM XII.

Untuk informasi primer, saya kira buku memoriam Poernama Rea Sinambela, salah seorang putri Raja Si Singamangaraja XII, “Ayahku Si Singamangaraja XII, Pahlawan Nasional”. Sepanjang yang saya tahu, naskah Raja Buntal dan buku inilah sumber pertama dari keluarga RSSM XII. Ompung Poernama Rea masih kecil ketika Raja Si Singamangaraja XII gugur. Tapi bagaimanapun ia pasti memiliki ingatan. Juga berbagi cerita dengan kakak-kakak dan ibunya.

Menurut saya, dua buku ini, paling tidak bisa memberi informasi dan pemahaman tentang perjuangan Raja Si Singamangaraja XII, Perang Batak umumnya. Apa boleh buat, kita memang miskin dan lemah dalam hal data sejarah. Data mengenai Perang Batak pastilah banyak di Negeri Belanda dan Jerman. Karena setiap pejabat pemerintahan kolonial Belanda wajib membuat laporan, peristiwa sekecil apapun. Dan itu terarsip dengan baik. Begitu misionaris-misionaris dari Jerman.

Saya tidak mengerti juga, kenapa cuma Prof. Sidjabat orang Batak yang tertarik melakukan penelitian arsip tentang Perang Batak di Negeri Belanda dan Jerman.

Kalau saya mengaitkan peringatan 114 tahun gugurnya Raja Si Singamangaraja dengan kegiatan Trio TIO (Togu Simorangkir, Irwandi Sirait Bang Rait, dan Oni Anita Martha Hutagalung) yang sedang melakukan aksi jalan kaki dari Balige ke Jakarta, untuk menemui Presiden Joko Widodo dan meminta pabrik pulp Toba Pulp Lestari (TPL) ditutup, saya kira sah saja dalam penulisan esei.

Sebagai penulis, saya menilai, usaha yang dilakukan Togu dan teman-teman, dalam bentuk dan ukuran yang berbeda, adalah semangat memperjuangan jatidiri dan harga diri Tano Batak, seperti yang dilakukan RSSM XII. Kebetulan, Togu adalah cicit Pahlawan Nasional itu.

Saya harap teman-teman facebook memahami persepsi esei saya. Teman-teman boleh juga menulis esei dengan persepsi yang berbeda. Tanggapan pembaca yang akan mengujinya. Horas!

Avatar photo

About Nestor Rico Tambun

Jurnalis, Penulis, LSM Edukasi Dasar. Karya : Remaja Remaja, Remaja Mandiri, Si Doel Anak Sekolahan, Longa Tinggal di Toba