Foto Heryus Saputro Samhudi
Oleh HERYUS SAPUTRO SAMHUDI
GABUS adalah ikan predator air tawar yang dikenal dengan banyak nama: aruan atau haruan bagi orang Melayu dan Banjar, bocek (Riau), bogo (Sunda), bayong, bogo, licingan di Banyumas; dolak di Kapuas Hulu, Kalbar; gabos (Palembang), kabos (Minahasa). kocolan (Betawi), kutuk (Jawa), rutiang di Minangkabau, dan lain-lain. Nama ilmiahnya Channa Striata
Gabus berkerabat dekat dengan ikan toman (Channa micropeltes), yang panjang tubuhnya dapat melebihi 1 m dan beratnya lebih dari 5 kg. Sebagian orang Betawi juga menyebut toman sebagai tomang, yang jadi toponimi Kelurahan Tomang di Kecamatan Grogol Petamburan – Jakarta Barat, yang hingga akhir tahun 1970 masih merupakan kawasan rawa tempat orang memancing ikan toman atau tomang.
Gabus dan toman berkepala besar agak gepeng mirip kepala ular hingga dinamai snakehead. Nama iinternasional lainnya adalah Common Snakehead, Snakehead Murrel, Chevron Snakehead, Striped Snakehead. Berbeda dengan toman yang tubuhnya agak pipih, tubuh gabus bulat panjang seperti peluru kendali, dengan sisik-sisik besar di atas kepala.
Sirip punggung memanjang dan sirip ekor membulat di ujungnya.Sisi atas tubuh, dari kepala hingga ekor, berwarna gelap hitam kecoklatan atau kehijauan. Sisi bawah tubuh putih, mulai dagu ke belakang. Sisi samping bercoret-coret tebal (striata, bercoret-coret) agak kabur. Warna kamufalase serupa lingkungan sekitar. Mulut besar, gigi-gigi besar dan tajam, gabus dan toman sering dijadikan ikan hias.
Pengalaman jadi pemancing di Tanah Betawi tempo dulu, gabus dan toman biasa hidup di danau, rawa, sungai, parit air ataupun sawah. Biasa mencaplok ikan kecil, serangga dan berbagai hewan air termasuk berudu dan bancet alias anak kodok. Dengan umpan kesukaannya itu pula kami biasa memancingnya, dengan walesan atau joran bambu tamiang Panjang untuk bisa menjangkau persembunyiannya
Sering gabus dan toman terbawa banjir ke parit sekitar rumah, masuk kolam, jadi hama memangsa ikan peliharaan. Tak jarang di musim kering kita temukan gabus atau toman ‘jalan’ di tanah, dalam upaya pindah mencari tempat lain yang masih berair. Atau kita temukan lubangnya di tengah sawah yang kering, tempat mereka mengubur diri di dalam lumpur hingga tempat itu kembali berair.
Dulu, di malam musim kemarau, saya biasa ikut ngobor (mencari dengan penerangan obor) ikan di pesawahan kering Pondok Pinang (kini komplek Pondok Indah) Kebayoran Lama, Jakarta Selatan, menangkap gabus ‘berjalan’ di tanah. Berbagai sumber bacaan menyebut, fenomena ini karena gabus dan toman bisa bernapas langsung dari udara, menggunakan organ labirin seperti pada ikan lele atau betok.
Di Betawi kini nyaris tak ada lagi rawa ‘rumah’ gabus dan toman. Di pasar juga jarang dijual gabus dan toman segar. Bagi yang kangen, cuma bisa membelinya dalam bentuk ikan asin kering yang enak digoreng garing, teman makan nasi. Atau, sila cari Warung Gabus Masak Pucung. Apa dan bagaimana kuliner khas Betawi yang dimasak dengan bumbu pucung atau kluwek? Kapan-kapan deh, saya cerita…! ***
20/01/2022 PK 11:36 WIB