Biyawak air (Varanus salvator) hidup aman di dekat tempat tinggal kami – Foto Heryus Saputro Samhudi.
Oleh HERYUS SAPUTRO SAMHUDI
TANGGAL 13 Juli 2016, tanpa permisi banjir kembali bertandang ke komplek perumahan tempat kami tinggal di Pamulang Barat, Pamulang, Tangerang Selatan Banten; yang berbatasan langsung dengan kawasan Pondokapetir Bojongsari Depok Jawa Barat, gegara hujan deras mengucur beberapa jam dan debit air sungai di pinggir komplek meluap, merendam sebagian komplek termasuk rumah kami.
Syukurlah hujan segera reda, dan tak sampai sejam kemudian banjik balik ke parit air dan menghilang entah kemana, meninggalkan lumpur di sekujur lantai ruang-ruang dalam rumah kami, serta belasan ekor ikan (lele, tawes, mas, bawal air tawar) yang pasti berasal dari kolam-kolam ikan yang banyak diusahakan masyarakat sekitar, bedah dan isinya ikut arus banjir dan mampir ke rumah kami, hi…hi…hi…!
Sembari melantai (ngepel lantai agar kembali bersih, maksudnya) kami tangkapi ikan-ikan dan tempatkan di ember. Lumayan buat digoreng atau dipanggang di pos ronda, pikir saya. Siapa mengira, ikan-ikan yang mampir bareng banjir ke ruang dalam rumah kami itu juga (bisa jadi) diikuti oleh seekor biyawak seukuran betis kaki saya, yang ngumpet di kolong ranjang jati di kamar tidur kami.
Untung segera ketahuan batang hidungnya, Kalau tidak, tentu akan jadi masalah saat kami di peluk malam, hi…hi…hi…! Tapi tidak masalah. Biyawak bukan buaya ataupun ular sanca, dimana kita perlu hati-hati dengan kehadirannya di dekat kita. Dengan teknik sederhana, biyawak lumayan besar itu segera saya tangkap dan kembalikan lagi ke sungai, sekitar 50meter dari rumah kami.
Biawak sebangsa kadal berukuran menengah dan besar, tersebar di daerah beriklim panas dan tropis Afrika, Asia, dan Australia. Reptile DataBase menyebut ada lebih dari 70 jenis biyawak atau biawak atau bayawak (Sunda); berekai (Madura). Orang Jawa umumnya menyebutnya menyawak atau nyambik, tapi di Trenggalek dikenal sebagai sliro. Sedangkan dunia internasional umum menyebutnya Monitor Lizard.
Jenis biyawak superbesar endemik Taman Nasional Komodo dikenal luas sebagai Dragon Komodo, sementara masyarakat setempat (khususnya di Pulau Komodo, Pulau Rinca, Pulau Gili Motang dan di pesisir utara Pulau Flores) menyebutnya orah, hora atau mbu. Lantas, yang mampir ke rumah saya? Itu biyawak air (Varanus salvator), jenis yang tersebar luas di Asia Selatan dan Asia Tenggara.
Ini jenis paling sering dijumpai di berbagai wilayah di Indonesia. Sesuai namanya, dia tinggal tak jauh dari sumber air atau perairan. Habitat kesukaannya adalah pinggiran sungai atau rawa-rawa hutan. Kadang juga tinggal di daerah pertanian, perkebunan, dan pemukiman karena dekat dengan sumber makanannya: ikan, kepiting, katak, ular kobra, tikus, juga burung dan ungas peliharaan.
Kemarin pagi (07/05/2022) Lian Po – tetangga depan rumah, teriak-teriak karena ada biawak mendekam di kolong mobilnya yang diparkir di depan rumah. Bisa jadi itu biyawak lagi ngaso usai mengejar dan melalap tikus yang keliaran di selokan. OK, dont worry…! Dengan teknik sederhana yang tak bikin cidera, sebentar saja biawak tertangkap, masuk karung, dan kemudian kembali kami lepas ke sungai.
Resti mengabadikan proses penangkapan hingga pelepasan kembali biyawak ke sungai, mempostingnya ke kanal YouTube yang hingga saat ini sudah dilihat oleh 1436 orang. Betapapun tampangnya ‘keras’, biyawak memang bukan musuh manusia. Biarkan dia hidup di alam liar, dekat pemukiman kita, sekaligus memonitoring populasi tikus busuk dan ular kobra berbisa. Iya, kan…? ***
08/05/2022 PK 17:30 WIB