EFFI S HIDAYAT
“Ini kamarnya?”
“Ya. Cukup untuk Ibu, bukan? Ada meja, lemari pakaian, ranjang… Apa lagi yang dibutuhkan Ibu? Di sini, ada banyak teman ngobrol yang tidak akan membuatnya kesepian.”
“Hmm, kau yakin, Mbak Nara?”
“Aduh, apalagi sih, keberatanmu, Nik? Bukan cuma aku. Mas Tomo, Bimo, Dian, Rumi, dan Ika juga semuanya sudah sepakat. Yakin, deh. Ibu akan lebih terjamin di sini. Jam makan, tidur, semuanya teratur. “
“Ibu belum sepuh, Mbak. Mosok kalian tegaaa….”
“Kau tahu, kesibukanku bekerja, Nik. Akhir pekan saja, aku kerap lembur. Apalagi Mas Tom, direktur itu… mana dia punya waktu? Dian, Rumi, dan Ika juga – masing-masing sibuk dengan bisnis mereka. Kau sendiri, hei, adik bungsuku! Anakmu masih kecil-kecil,kan? Kami semua yakin, Ibu akan lebih berbahagia di sini…. “
****
“Dua hari lagi Ibu akan pindah dari rumah Mbak Nara ….”
“Keenam orang saudaramu sudah sepakat?”
“Apa yang bisa kulakukan, Mas Dino?”
“Mengapa kau tidak membicarakannya denganku, Nik?“
“Apa yang harus kukatakan, Mas? Kita masih ngontrak, anak kita dua masih kecil-kecil. Penghasilan kita….”
“Ssst, bukan berarti kita tidak punya rumah, kan, Nik? Ini sebuah rumah tempat untuk berteduh di mana kita tinggal bersama-sama. Dan, jika kau tak berkeberatan, aku ingin kau membawa Ibu ke mari….”
“Apaaa, Mas Dino? Aku tidak salah dengar,kan?”
“Tidak, Nik. Mari rawat Ibu bersama-sama. Ibumu juga adalah ibuku….Jangan cemaskan rezeki keluarga kita. Burung-burung di udara saja diberi makan oleh-Nya, mosok sesuap nasi untuk seorang Ibu tidak mampu kita upayakan? Ayolah, Nik. Besok kita bilang kepada Mbak Nara, Ibu akan pindah ke rumah kita….”
“Oh, Mas Dino….”
CERPEN LAINNYA: CERPEN JUMAT : Selfie