Film ‘First Reformed’, Gaduh Iman Sang Rohaniawan

First Reformed03

Film ‘gaduh’ yang sunyi lantaran nyaris tanpa score apalagi soundtrack. Film yang barangkali membosankan bagi banyak orang, dan akan membuat tertidur mereka yang suka adegan action. 

Oleh AYU SULISTYOWATI

SUDAH lama saya tidak nonton seperti ini: dalam, pilu, simbolik, dan penuh perenungan, bahkan saya tak tahu harus tersenyum atau menangis ketika film berakhir. Tapi, dalam First Reformed ini Ethan Hawke benar-benar menunjukkan kematangan aktingnya. Ia adalah pendeta Ernst Toller, mantan tentara yang ditinggal istrinya beberapa tahun silam saat putra mereka meninggal dalam perang Irak. Setiap malam ia menulis jurnal, yang katanya akan ia hancurkan setelah usia jurnal tadi setahun. “ini adalah sebuah percobaan,” begitu tulisnya. 

Toller ditugaskan melayani jemaah gereja kuno First Reformed di pedesaan pinggiran negara bagian New York. Gereja itu segera akan menyambut ulang tahunnya yang ke-250. Dan pendeta kepala Jeffers (Cedric the Entertainer) mengatakan kali ini para pendonor serta undangan istimewa lain akan hadir. Tugas Toller tak banyak, selain diminta memimpin doa dan pidato, ia juga dipercayai mereparasi organ kuno yang sudah cukup lama rusak, plus beberapa pekerjaan koordinasi lain, seperti menyelia anggota koor. 

Suatu hari, seorang jemaahnya, Mary (Amanda Seyfried) mendatanginya, perempuan itu mengatakan kalau Michael (Phillip Ettinger), suaminya ingin berkonsultasi padanya. Toller langung menyanggupi dan menjadwalkan kunjungan ke rumah pasangan itu keesokan harinya. Michael ternyata seorang aktivis lingkungan yang pernah ditangkap dan dipenjara saat ikut sebuah demo di Kanada beberapa tahun silam. Selain itu. Michael punya fobia yang luar biasa bahwa dunia ini tak akan aman untuk ditinggali calon bayinya. Toller sedikit terkejut dengan Michael yang begitu militan, bahkan pria itu memberi kesan ingin sang istri menggugurkan kandungannya yang sudah berusia 20 minggu. Toh, keduanya sepakat untuk melanjutkan konsultasi. 

Di hari konsultasi berikutnya, mendadak Michael mengirim SMS mengatakan kalau lokasi pertemuan pindah. Sebagai pendeta yang baik dan ingin membantu jemaahnya, buru-buru Toller mengejar Michael. Tapi di lokasi yang dijanjikan, Michael sudah terkapar bersimbah darah. Ia mengakhiri hidupnya sendiri. Di luar dugaan, Michael meninggalkan surat wasiat untuk dirinya, isinya antara lain bagaimana ia ingin dikenang, dan setumpuk file tentang perusahaan-perusahaan setempat yang merusak masa depan Bumi. 

Menjelang ulang tahun gereja, Jeffers memperkenalkan Toller pada Edward Balq (Michael Gaston), bos sebuah perusahaan raksasa yang rajin memberi donor pada gereja. Saat membuka booklet bikinan Balq yang akan dibagikan di acara nanti, Toller baru sadar kalau perusahaan pendonor inilah yang dimaksud Michael. Sialnya, saat itu Balq juga membuat Toller kesal dengan mengatakan seorang pendeta sudah tidak seharusnya ikutan urusan politik sembari menunjukkan potongan koran yang memuat berita kecil tentang Toller saat memimpin pelarungan jasad Michael tempo hari. 

Di antara kegalauan itu, Toller harus bolak balik ke rumah sakit, ia diduga menderita kanker tenggorokan, satu hal yang ia sembunyikan dari rekan-rekan kerjanya, terutama Esther (Victoria Hill) yang diam-diam menaruh perhatian berlebihan padanya. Sementara ia juga makin terbebani masalah Mary, sang janda muda makin tergantung padanya. Toller mencoba menenangkan dirinya dengan minum, tapi pikirannya masih pada Michael dan sisa-sisa peninggalannya, termasuk sebuah rompi bom bunuh diri. 

Film ini berakhir dengan kejutan yang cukup mengagetkan. Begitu, credit title muncul, saya terhenyak dan bertanya-tanya sendiri: Barusan ini apa yang saya tonton? Sudah pasti ini film yang akan saya ingat selamanya. Sudah pasti ini bukan film untuk penggila pahlawan super. First Reformed terlalu nyata dan menyesakkan. Film ‘gaduh’ yang sunyi lantaran nyaris tanpa score apalagi soundtrack. Film yang barangkali membosankan bagi banyak orang, dan akan membuat tertidur mereka yang suka adegan action. 

Selanjutnya, Film terbaik empat tahun terakhir

Avatar photo

About Supriyanto Martosuwito

Menjadi jurnalis di media perkotaan, sejak 1984, reporter hingga 1992, Redpel majalah/tabloid Film hingga 2002, Pemred majalah wanita Prodo, Pemred portal IndonesiaSelebriti.com. Sejak 2004, kembali ke Pos Kota grup, hingga 2020. Kini mengelola Seide.id.