Firasat itu sering kali datang secara tiba-tiba. Kita seperti diingatkan untuk eling lan waspada agar tidak celaka.
Tidak semestinya firasat itu kita sepelekan, remehkan, dan dibiarkan hilang berlalu. Tapi coba rasakan dan amati yang terjadi, lalu jadikan sebagai peringatan agar kita di kemudian hari makin berhati-hati.
Firasat itu anugerah Allah yang harus diasah agar kita makin peka, dan jadi berkah. Karena tidak semua orang memperoleh anugerah itu.
Hal itu yang semestinya kusikapi dengan hati-hati, ketika istriku mengingatkan perilaku H yang akhir-akhir ini tampak aneh. Kedekatan H dengan salah seorang tenaga pemasaran di toko.
Semula, jujur saja, saya tidak peduli dengan firasat istri. Kenapa? Saya melihat H telah jauh berubah, jika dibandingkan dengan perilakunya 10 tahun yang lalu.
H adalah pribadi yang rajin dan ulet. Ia ingin mengubah nasibnya untuk hidup mandiri. Tapi sangat disayangkan, lewat pergaulan H salah langkah, dan tergelincir. Gara-gara ingin untung besar, H berbuat curang. Beruntung tidak berbuntut panjang, karena hal itu diselesaikan secara kekeluargaan.
Perubahan perilaku H yang sadar diri, dan makin bertambah baik itu membuat saya mengapresiasi semangat kemandirian H. Sehingga akhirnya saya melayani kebutuhan barang-barang H.
Melihat semangat H yang ulet dan ingin mandiri, membuat saya tidak pelit berbagi trik bisnis. Baik untuk menghadapi persaingan dan cara memperoleh harga murah dari pabrik.
Ternyata firasat istri saya terbukti, ketika beberapa pelanggan mulai mengurangi jumlah orderan. Karena sebagian order itu diberikan pada H lewat tenaga pemasaran.
Terbongkarnya praktek itu, karena secara tiba-tiba saya main ke pabrik pelanggan tanpa memberi tahu lebih dulu. Dan barang di pabrik itu ada inisial H.
Tanpa emosi, saya mengumpulkan banyak bukti. Lalu saya tanyakan pada orang yang bersangkutan untuk jujur dan tidak mengulangi lagi. Karena tidak mengaku, bahkan berani bersumpah, akhirnya orang pemasaran itu saya berhentikan.
Begitu pula dengan H yang tidak mengaku, ketika saya menanyakan perihal itu. Menurut H, order itu diberi oleh orang lain. Tapi H tidak menjawab, ketika menyerobot beberapa langganan saya dengan mengambil dari pabrik lain.
Bagi saya, bisnis itu menjual kejujuran dan kepercayaan. Ketika jejujuran itu dikhianati, berarti hancur pula kepercayaan itu.
Saya tidak mau menyalahkan siapa pun. Lebih baik saya mencari solusi untuk mengantisipasi persaingan bisnis yang makin kompetitif di era digitalisasi ini. (Mas Redjo)