“Free, Freak, Fiksi, Fix”

Jakarta, 1969

Beberapa orang remaja berkumpul, ngeriung di sebuah rumah gedek hampir roboh yg sudah tak terpakai. Mereka duduk di atas selembar tikar pandan lusuh. Di tengah-tengah tergeletak sebuah benda aneh.

Sebuah gayung bertangkai bambu, dengan ciduk terbuat dari tempurung kelapa yg sdh menghitam karena terlalu lama dipakai menciduk air. Sekitar 4-5 cm dari tempurung, diikatan setangkai bambu sebagai ‘lengan’. Di ujung ‘lengan’, terikat sepotong kapur tulis berwarna putih.

Baju bayi kusam, tetapi cukup bersih diselubungkan menutup ‘tubuh’ benda itu. Jadilah benda itu sedikit mirip anak kecil. Sebuah papan tulis tua berwarna hitam kusam tergeletak tak jauh dari ‘anak kecil’ itu.

Beberapa remaja saling mendorong temannya untuk memegang tangkai bagian bawah ‘anak kecil’ itu. Tak ada yang berani. Akhirnya remaja paling tua berinisiatif. Dipegangnya benda itu, di tentang bagian bawah tangkai. Benda itu diangkat, ditegakkan,…jadi semakin mirip sosok anak kecil.

Seekor laba-laba agak kesal memperhatikan dari sarangnya di sudut atas rumah gedek kusam yg hampir roboh itu. Mungkin kesal karena merasa terganggu, atau karena setengah harian ini, tak seekor pun nyamuk tersangkut di jaringnya.

Wajah semua remaja tegang, kecuali remaja pemegang ‘anak kecil’ yg nampak tenang-tenang saja. Dia memejamkan mata. Komat-kamit sepert membacakan mantra.

Teman-temannya semakin tegang. Lalu,…’anak kecil’ yg dipegangnya itu, seperti bergerak-gerak. Seperti blingsatan. Setelah agak tenang, ada seseorang yg memberanikan diri bertanya. “…Kamu,…se,…se,…siapa?”

Hening, beberapa saat.
Lalu ‘anak kecil’ berkepala gayung tempurung itu menulis sesuatu di papan tulis hitam kusam. Sebetulnya tak tepat benar jika dikatakan menulis.

Tangkai seluruh ‘tubuh anak kecil’ itu bergerak-gerak, sehingga tertulis sesuatu. Siapa yg menggerakkan? Meski hurufnya seperti cakar ayam, tapi terbaca jelas sebuah nama.

Nama seorang bapak dari kampung sebelah yg mereka kenal yg baru saja meninggal beberapa hari lalu. Bapak itu memiliki anak tunggal. Para remaja merinding,…kecuali sang pemegang ‘anak-kecil’.

Mereka lalu disuruh bertanya oleh si pemegang ‘anak kecil’. Mereka pun bertanya kenapa meningggal, dijawab: sakit. Yg penasaran (betulkah itu arwah bapak dari kampung sebelah?) bertanya nama anaknya. Jawabannya tepat.

Tiiba-tiba ‘anak kecil’ berkepala tempurung kelapa itu seperti terguncang-guncang, bergerak blingsatan. Dicoretnya papan tulis hitam kusam itu dgn tulisan acak-acakan seperti ceker ayam, tapi jelas terbaca:…pulangkan saya!

“Ke mana?”
“Yaa,…kekuburanlah, bego!”
Beberapa remaja, saling pandang, dan bubar,…mereka semua lari terbirit-birit, kecuali remaja tertua, sang pemegang…jelangkung!

Tokyo, 1998

Di sebuah apartemen sederhana di pinggir kota, Yoko bangun tidur agak siang, malas-malasan. Karena tadi malam tidur sangat larut. Bos kantor memintanya kerja lembur di rumah dengan komputer. Dia tertidur dengan komputer masih menyala. Seperti teringat sesuatu, Yoko melompat.

Di raihnya sebuah benda kecil, sedikit lebih kecil dari ponsel. Melihat benda itu dengan seksama. Yoko memencet tombol-tombolnya dengan panik. Dipencet lagi, dipandang lagi.
Wajahnya nampak cemas. Dipencet lagi, lagi dan lagi

Tiba-tiba Yoko menangis sesenggukan. Ternyata hewan peliharaan digitalnya mati karena beberapa hari lupa diberi makan!

Jakarta, 2021

Seorang lelaki bertubuh besar, bersuara lantang cenderung cerewet terlihat sedang menggendong sesuatu di rumahnya yg besar dan mewah.

‘Sesuatu’ itu diciuminya dgn hati-hati, dengan wajah berbinar-binar. Sesuatu itu nampaknya bukan hanya dicium dan dibelai, tapi pria itu seperti sedang menghirup aroma harum benda yg sedang digendongnya. Jika ‘kamera didekatkan’,…ooh rupanya sesuatu itu adalah boneka.

Ponsel-nya berdering, rupanya dia sedang janjian untuk diwawancara. Diletakkan boneka itu dengan hati-hati di box bayi mewah. Suaranya perlahan, ramah seperti berbisik. Seperti takut mengganggu boneka yg sdg tertidur lelap itu.

Beberapa menit kemudian, datanglah seorang wartawan. Mereka berbincang di ruang lain. Di tengah-tengah wawancara, si pria bertubuh besar permisi sebentar. Ia kembali dengan menggendong bayi itu hati-hati, menimang sayang dan menciuminya.

Melihat adegan itu, sang wartawan menggoda: “Maaas, mas. Begitu amat sama boneka”.

Si pria bertubuh besar, nampak tersinggung sambil berkata bahwa yang digendong itu adalah anaknya!

Tokyo, 2022

Akira memandang ke bawah dari teras apartemen mewahnya. Gelas berisi anggur di tangannya hampir habis. Dia seperti berbincang dengan sesosok wanita di sebelahnya.

Sosok wanita itu cantik, bertumbuh indah, berkulit mulus, berbibir sangat seksi. Tapi sosok semlohay-bohay dan menggiurkan itu diam saja.

Di kantor, Akira adalah pekerja keras yang cukup sukses. Tapi dia sulit menjalin hubungan dengan orang lain. Sikapnya selalu bingung, canggung dan kaku. Terutama terhadap perempuan. Tapi tidak dengan sosok di sebelahnya ini.

Anggur di dalam gelas di tangan Akira, habis. Akira yg sudah setengah mabuk terus saja mengoceh. Lalu dia menggendong sosok seksi itu ke dalam kamar. Entahlah setelah di kamar, apa yang terjadi. Dunsanak silakan mereka-reka sendiri.

Sayup-sayup terdengar lagu:…you may say I’m a dreamer/ but I’m not the only one

Penulis lagu itu, mati ditembak oleh seseorang. Di pengadilan, si penembak berkata kpd hakim: “Aku justru ingin menyelamatkannya dari kebusukan dunia. ” (Aries Tanjung)