Frugal living itu bukan pelit. Frugal living itu sama dengan penuh kesadaran saat berbelanja sesuatu, yang telah diputuskan dengan skala prioritas. Kredit Foto : Ivy S
“Baju gua tuh hanya pas untuk 7 hari, dengan aturan tiap hari ganti. Celana panjang cuma dua. Celana pendek juga dua. Satu cuci, satu bisa dipakai. Pakaian dalam nggak lebih dari selusin karena tiap hari gua cuci.”Penuturan Lulu, salah seorang sahabat yang beberapa tahun ini menjalani frugal living, cukup membuat saya terkesima. Tak terelakkan pandangan mata saya menyapu tampilannya dari kepala sampai ke kaki.
“Kok, bisa?”
Dia pun tertawa. “Harus diniati itu!”
Bantahan saya kemudian terungkap panjang dan lebar.
“Huah, pake baju apa gue nanti kalo live ig, kemarin baru pake yg monokrom buat zoom. Mosok pake itu mulu?”
“Yah, gue nggak ada kebutuhan untuk tampil online sih, jadi mungkin terasa lebih mudah.”
Obrolan kami pun berlanjut. Seru!
Ketika terperangkap pandemi, tatkala ruang temu kita hanya sebatas layar, tanpa disadari bahwa setiap sesi online, penampilan kita menjadi patut diperhitungkan. Mulai dari foto yang berkostum apa yang akan ditampilkan pada flyer, sampai atasan apa yang perlu dipersiapkan untuk sesi online tersebut. Belum lagi semisal sang host atau moderator menyodorkan dresscode, agar senada dan seirama.
Mungkin, kesibukan mempersiapkan hal ini jadi mensejajarkan diri dengan presenter yang tampil di televisi. Bagi saya sendiri, tetiba atasan dan kawan-kawannya ‘keluar’ dari lemari. Untuk siap pakai dan siap tampil.
Paling tidak beberapa kali saja, kita memohon ijin off cam dari webinar ketika dalam posisi, jumlah atasan tak sebanding dengan jumlah webinar yang diikuti.
Lalu, apakah karenanya kita jadi berbelanja keperluan seputar penampilan? Yang sebenarnya tingkat urgensinya tak setinggi keperluan dapur atau kebutuhan belajar anak?
Kalau saya, yang jelas perlengkapan make up jadi bisa dipergunakan. Meski beberapa fitur apps dialog online telah melengkapi dirinya dengan filter, bagi saya sendiri, berdandan wajib hukumnya ketika akan tampil, terutama sebagai host, moderator apalagi narasumber.
Beberapa atasan sempat saya beli, tapi yang thrifting atau preloved. Begitu saja saya sempat juga dibayang-bayangi rasa bersalah karena belanja lagi.
“Beli thrifting udah baguslah, karena berarti elo tidak mendukung fast fashion dan telah berupaya membuat perjalanan sepotong pakaian menjadi makin lama,” ujar Lulu. “Yang penting juga, jangan mudah tergoda dengan flash sale, karena biasanya elo beli benda-benda yang sebenarnya ga diperlukan. Hanya tergoda diskon aja!”
Saya mengamininya dengan menunjukkan tak memiliki satu pun aplikasi marketplace di ponsel.
“Lebih baik beli yang mahal sekalian, kualitas bagus dan awet. Thrifting pun kalo perlu beli barang merek yang reject-an pabrik, karena jelas itu pasti bagus dengan kecacatan yang sedikit,” petuahnya lagi.
“Lalu, plis deh … kata-kata ini jangan digunakan sebagai excuse agar bisa belanja. ‘Nanti juga kepake, nanti pasti ada gunanya’ . Ganti waktunya dengan, ‘gue mau make ini minggu depan’ Itu lebih realistis.”
Saya hanya diam mengangguk-angguk, meski di hati belum sepenuhnya bisa menerima.
“Hal-hal kayak gitu kalau elo terapin, tanpa sadar akan ngedidik anak elo juga. Terutama tentang tanggung jawab, udah beli, kudu memakai, kudu merawat dan menyimpannya, plus kalau udah nggak kepake, tahu bagaimana nasib barang itu selanjutnya,” tegas Lulu lagi.
Pernyataan terakhir ini benar-benar menohok. Bahwa sebagai orang tua pun, perilaku ngasal dan tidak bertanggung jawab jangka panjang akan kepemilikan dan keberlangsungan suatu barang, akan menjadi contoh yang kurang baik bagi generasi selanjutnya.
Bagaimana? Mau mencoba frugal living atau belajar minimalis dulu selangkah demi selangkah?
“Inget aja, frugal living itu bukan pelit. Frugal living itu sama dengan penuh kesadaran saat berbelanja sesuatu, yang telah diputuskan dengan skala prioritas, untuk meningkatkan kualitas hidup elo. Salah satunya tanggung jawab tadi, serta belajar hidup semampu dan secukupnya.”
Kalimat penutup Lulu, mudah-mudahan mampu jadi pengingat saya, dan (mungkin) juga Anda?
BACAAN LAIN DARI PENULIS YANG SAMA
Kisah Perempuan, Drama Korea dan Realita
SEPUTAR CHEATING: Hal Penting Lain Dari Sekedar Mengurus Perempuan atau Lelaki Lain
Parenting 101: Rasa Cinta, Kagum, Suka, dan Sayang, Tak (Seharusnya) Menyakitkan