Hidup tanpa memiliki keinginan itu hal yang mustahil. Bahkan untuk dijalaninya juga teramat sulit. Tapi, ketika kita mampu mengendalikan diri dari keinginan-keinginan itu, hidup kita jadi lebih rilek, tenang, dan damai.
Apapun keinginan yang datang itu selalu menggoda, merayu, dan minta dituruti. Untuk diwujud-nyatakan.
Hal itu yang mesti disikapi dengan bijak agar kita tidak dikalahkan oleh keinginan sendiri. Karena, jika dibiarkan dan dibiasakan, kita bakal jadi budak keinginan yang tidak ada puasnya. Tidak hanya suloyo, hidup kita juga menderita, dan masa depan jadi kelam.
Coba direnungkan dan ditelaah seksama, apapun keinginan yang muncul itu.
Sadari, bahwa keinginan itu bisa datang dari kita, pasangan, atau dari anak. Jika keinginan itu sekadar keinginan dan bersifat konsumtif, demi gengsi, dan ben diarani, lebih baik keinginan itu disingkirkan dan dibuang jauh.
Jangan gara-gara sekadar menuruti keinginan, kita mengada-ada yang tidak ada demi gengsi. Kita pinjam utangan ke sana sini, atau melakukan perbuatan tercela. Akibatnya, kita menjerumuskan dan mensengsarakan diri sendiri atau keluarga.
Alangkah elegan, jika kita selalu mengutamakan skala prioritas, hal yang penting dan bermanfaat lebih didulukan.
Menuruti keinginan itu tak ubahnya sebagai gaya hidup. Keinginan itu tiada habisnya, dan sering kali membuat kita jadi uring-uringan, kemrungsung, emosi, stres, dan seterusnya.
Berbeda masalahnya, jika kita lebih mendahulukan kebutuhan hidup, ketimbang memenuhi keinginan atau hal-hal yang tidak penting dan kurang manfaat itu.
Dengan lebih mendahulukan, mementingkan, dan membiasakan kebutuhan itu, kita mengontrol keinginan yang muncul dan menyeleksinya. Kita menerapkan gaya hidup yang minimalis agar hidup kita jadi makin rilek dan tenang.
Selalu mencukupkan diri dan bersyukur, kita menikmati hidup sebagai anugerah Allah yang luar biasa.
Hidup tentram dan bahagia, dambaan kita semua. (Mas Redjo)