Genting

Seide.id -Jika mendengar atau membaca kata ‘genting’, apa yang terlintas di benak dunsanak? Bagiku paling sedikit ada tiga.

Satu. Genting dlm dialeg Betawi dan mungkin dalqm dialeg-dialeg lain berbunyi atau dilafalkan: genteng. Genteng, tentu dunsanak sudah tahu, bahwa itu adalah atap rumah yang terbuat dari tanah liat.

Di kampungku dulu, jika rumah beratap ‘genteng kodok’ (entah kenapa dinamakan demikian, mungkin karena bentuknya?), maka penghuninya adalah orang berada. Karena ‘genteng kodok’ lebih tebal, padat dan lebih ‘nyeni’ daripada genteng biasa. Makanya lebih mahal dari genteng ‘biasa’ yang lebih tipis.

Dua. Genting dalam arti darurat, bahaya atau emergency. Genting merujuk kepada keadaan atau situasi. Genting, adalah keadaan di tubir jurang berbahaya. Jika bergerak atau disenggol sedikit saja, maka ambyarlah semua.

Dulu, dalam jangkauan fikiran masa kanak-kanak, kata genting ‘cuma’ merujuk kepada: benang dan layang-layang.

Benang, ternyata terdiri dari jalinan-jalinan sangat halus dari beberapa ‘benang lain’ yang dipintal dari kapas. Nah, jika jalinan ‘benang-benang halus’ yang dipintal menjadi benang itu ada yang putus, maka utas benang ada bagian-bagian yang seperti ‘mengelupas dan berbulu’. Nah, bagian itulah yang disebut genting. Genting pada benang itu, bisa terjadi baik pada benang baru, atau benang lama. Jika terjadi pada benang baru, bolehjadi karena beban benang terlalu berat. Misalnya layang-layang terlalu berat. Jika terjadi pada benang lama, sangat mungkin karena benang itu sudah tua dan rapuh. Kami dulu menyebutnya: benangnya sudah tepo.

Tiga, genting yang merujuk kepada geografi. Tanah atau lahan yang lebar lalu menyempit di antara dau bidang yang terdapat air, misalnya sungai atau laut. Di pelajaran geografi – dulu kami menyebutnya pelajaran ilmu bumi – ada wilayah di Malaysia bagian utara namanya: Genting Highland. Kebetulan aku pernah ke sana.

Tempat itu sepengetahuanku adalah tujuan wisata yang sejuk, lengkap dengan tempat permainan anak-anak. Ketika naik bus dari Kuala Lumpur, seorang bapak – orang Malaysia – mengajakku berbincang. Dari bincang ngalor-ngidul-ngetan-ngulon, ternyata si bapak itu pengagum berat Noercholis Majid. Karena aku pun pengagum mendiang cak Noer, maka semakin serulah perbincangan kami.

“Aah,…ngomong-ngomong nak ape, pigi ke Genting? Ape…nak bejudi?”

Ternyata tempat itu memang terkenal sebagai tempat berjudi. Banyak artis dan pesohor dari Indonesia, konon bahkan jadi ‘warga terhormat’ tempat itu. Para pesohor itu tentu banyak ‘menyumbang’ – kata lain dari kalah – berjudi di tempat itu dengan jumlah besar. Malah ada yang menjadi member.

“Aah,…bukan” kataku. Aku nak melancong. Kan tempat itu elok, sejuk, banyak tempat bermain anak-anak”

“Hahaha,…iyalalaaah. Pandai pulak orang ‘tu membuat tempat elok. Orangtuanya be(r)judi,…anak-anaknya maiiin”

Nah dunsanak.. itulah kata gentinggg yang aku kenal…

(Aries Tanjung)

Aset Negara