DIY membangkitkan kembali kearifan lokal masyarakat yang selama ini melemah, kemudian mensosialisasikannya kepada masyarakat menjadi sebuah gerakan “sore di rumah, malam di rumah ” atau ” surup neng omah – wengi neng omah”.
Seide.id – Dalam rangka mencegah maraknya kejahatan jalanan atau orang menyebutnya ‘Klitih’, maka Pemda DIY – Daerah Istimewa Yogyakarta – harus segera membangkitkan kembali kearifan lokal yang selama ini makin melemah.
Berkaitan dengan itu, maka Komisi A DPRD DIY bersama Pemda DIY mensosialisasikan sebuah kegiatan atau gerakan yang diberi nama ‘Surup Neng Omah dan Wengi Neng Omah’.
Ketua Komisi A DPRD DIY, Eko Suwanto kepada wartawan di ruang rapat Komis A DPRD DIY, Jalan Malioboro, Yogyakarta, Jumat, 23 Juni 2023.
Melihat tindak kejahatan di jalanraya yang makin marak, Ketua Komisi A DPRD DIY, Eko Suwanto, meminta Pemda DIY berlari lebih kencang mencegah aksi kejahatan jalanan atau klithih yang terjadi di Yogyakarta.
Caranya adalah dengan membangkitkan kembali kearifan lokal masyarakat yang selama ini melemah, kemudian mensosialisasikannya kepada masyarakat menjadi sebuah gerakan diberi nama surup neng omah dan wengi neng omah.
Disamping itu, lanjut Eko Suwanto yang juga Ketua DPC PDI Perjungan, Kota Yogyakarta, orang tua perlu membiasakan anak-anaknya ketika waktu surup (selepas Maghrib) harus sudah berada di rumah.
Kampanye budaya ini, lanjut dia, untuk membiasakan anak-anak saat malam sudah berada di rumah. ”Bila hal ini diterapkan dalam rumah tangga, niscaya semua akan berjalan tenang dan damai,” ujar Eko Suwanto.
Kalau pun anak-anak usia remaja masih berada di luar rumah, maka harus sepengetahuan orang tuanya. “Pastikan jam 21:00 anak harus sudah di rumah. Kalau ada kegiatan harus ada izin orang tua,” kata dia.
Menyampaikan tentang hasil kajian mengenai aksi kejahatan jalanan, anggota Fraksi PDI Perjuangan DPRD DIY ini menjelaskan, DPRD DIY sudah mengadakan rapat dengan Badan Kesatuan Bangsa dan Politik (Kesbangpol) DIY maupun instansi terkait lainnya.
Dari hasil kajian itu diketahui aksi kejahatan jalanan ternyata dipicu oleh faktor-faktor besar, yaitu kemiskinan, pengangguran terbuka dan ketimpangan atau gini rasio. Sebagai gambaran, pada tahun 2022 angka kemiskinan di DIY 11,49 persen. “Ini cukup besar,” katanya.
Sedangkan angka pengangguran terbuka mencapai kisaran 4 persen. Selain tiga faktor tersebut, dari hasil kajian itu pula diketahui adanya gap regulasi penanganan anak.
Pada satu sisi ada perda tentang ketahanan keluarga, pada sisi lain ada perda yang mengatur ketertiban umum. “Pemicu lainnya adalah transformasi digital, sosial media digunakan tidak semestinya untuk hoax,” kata Eko Suwanto.
Menurut dia, ada tiga rekomendasi yang meliputi aspek pencegahan, pendidikan berbasis Pancasila serta konsolidasi regulasi untuk menyelesaikan kemiskinan, gini rasio dan pengangguran.
Langkah penting lainnya, adalah memperbanyak RTH (Ruang Terbuka Hijau) terutama di kawasan Kota Yogyakarta. Gunanya untuk tempat bersosialisasi dan bergaul di antara warga tanpa harus membayar alias gratis.
Mengenai anggaran sarana dan prasrana seperti wifi gratis, menurut Eko Suwanto, jumlahnya cukup serta bisa dipadukan dengan pembangunan RTH.
Dari kajian itu pula direkomendasikan adanya penegakan yang sama tegas antara polisi, jaksa dan hakim dan pada saat yang sama didukung dengan rehabilitasi.
“Inilah pentingnya peran perguruan tinggi di DIY. Banyak kampus yang memiliki jurusan psikologi,” tambahnya. ”Kalau perlu mereka kita libatkan agar Jogja berhati nyaman bisa tercapai,” katanya lagi.
Sebab, katanya, setelah diketahui saat dilakukan pengecekan kondisi pelaku aksi kejahatan jalanan ternyata keberadaan orang tuanya justru menjadi bagian dari masalah itu sendiri karena ada yang menganggur atau cerai sehingga anak tidak memiliki tempat curhat (yp/dms)