Seide.id – Setelah 60 tahun, barulah ada film dokumentasi “yang bisa dipertanggung jawabkan” tentang Beatles, sebuah band yang sudah menjadi legenda, bahkan klasik. Karena konon (ini sih secara matematis kalii, bukan secara kesenian) band yang sudah berusia 50 tahun dan masih didengar (bahkan band ini bukan cuma didengar, tapi juga dibicarakan), layak disebut band klasik.
Tapi, aku belum nonton film yang dibuat oleh Peter Jackson ini. Hloo, belum nonton kok blanyongan? Tenaang.., aku bukan mau blanyongan tentang film dokumenternya, tapi tentang Beatles.
Beatles, bukan cuma musik. Apalagi ‘cuma’ sebuah band. Bagi orang jadul, Beatles jauh,….jauuuh melampaui semua itu. Beatles adalah: pelengkap gaya hidup, atau mungkin justru hidup itu sendiri (lebai?).
Aku akan blanyongan tentang ‘hubunganku’ (hahaha) dengan band ini. Maksudku, aku akan blanyongan tentang betapa band ini begitu merasuk di setiap benak remaja dunia pada generasi tahun 60an atau 70an. Ada gurauan, jika remaja tahun-tahun itu, berbicara musik, tapi tak tahu tentang Beatles, maka akan ada pertanyaan: “Emang hidup di mana. Bukan hidup di planet bumi?
Beatles, adalah kegembiraan bangun pagi (Here comes the sun). Beatles adalah histeria (Happiness is a warm gun).
Beatles adalah mode rambut. Tak ada remaja yang luput dari mode rambut itu. Beatles adalah busana. Bahkan, Beatles adalah sepatu. Setiap remaja jika ke pesta akan berdandan seperti itu. Bercelana ketat, rambut poni (rambut model itu disebut ‘rambut bitel’) dan ‘bersepatu bitel’. Dulu, konon aparat keamanan sempat-sempatnya (kayak gak ada kerjaan lain) membuat ‘operasi celana’. Jika remaja di tempat umum kedapatan mengenakan celana ketat, maka petugas keamanan akan menggunting celana yang sedang dikenakan remaja itu.
Aku menduga celana itu dipotong menjadi celana pendek, tapi ternyata bukan. Celana itu dibelah di tentang setiap pipa-pinyanya, mulai dari bawah supaya tak lagi ketat. Hehe,…lucu. Bahkan Soekarno dulu, melarang masuknya budaya Barat, supaya tak terpengaruh(?). Salah satu yang dilarang adalah musik yang disebutnya ‘musik ngak-ngik-ngok’. Yang disebutnya musik ngak-ngik-ngok bolehjadi adalah lagu-lagu Beatles.
Sejak SMA aku sudah suka dan ‘merasa bisa’ dan ‘diakui bisa menyayi’ oleh teman-teman. Buktinya aku kerap diajak ikut vocal grup yang dulu menjamur bahkan aku kerap menjadi lead vocal.
Selepas SMA, ketika mulai berani ‘nongkrong di ujung gang’ menemani para remaja yang lebih senior, sekadar mengobrol, membunuh waktu (membuang-buang sebetulnya) aku kerap menyayi lagu-lagu Beatles diiringi permainan gitar seorang teman.
Lagu-lagu yang aku nyanyikan adalah lagu-lagi Beatles di awal-awal karier mereka. Seperti: Till there was you, Do you want to know a secret, Kansas City, No Reply, Mr. Moonlight, Hello Goodbye, Baby in Black, Baby it’s you, Eight days a week, dll.
Beberapa tahun kemudian, bermunculan epigon dari seluruh dunia yang membawakan lagu-lagu dan bergaya seperti Beatles (sampai hari ini!). Diantara banyak epigon yang terkenal adalah: Mat Bitel, (Apa ‘gitu) Lennon, sampai Barata Band yang beberapa personalnya bahkan musisi terkenal.
Suatu ketika aku diajak teman menonton “Beatles Night” di sebuah cafe. Home band di cafe itu memang asyik jika membawakan lagu-lagu Beatles. Ketika sesi request digelar, beberapa pengunjung menuliskan permintaan lagunya di secarik kertas. “2 lagu saja yaa,…mudah-mudahan kami bisa membawakan” kata ‘pentolan’ band itu. Aku pun tak mau ketinggalan. Aku menulis 2 judul lagu: “Because” dan “Across the Universe”.
Ketika permintaanku dibaca, sang pentolan berkata sambil nyengir: “Waaah,…ini sih ngetes niiih. Permintaan lagunya susah dan terus terang,…jarang kami latih. Baik, yang satu lagu kami ganti yaaa. Jreeeng,…mengalunlah lagu: “Happiness is a warm gun” dgn asyik dan “Across the Universe” dgn kwalitas ‘jarang latihan’…
Film-film tentang Beatles, memang banyak dibuat. Dari beberapa yang dibawakan oleh anggota Beatles sendiri, yang menurutku cemen. Maunya ringan agak lucu tapi gak lucu. Seperti cuplikan video klip yang tanggung. Lalu ada beberapa lagi. Yang aku ingat dan agak nyantel di benak adalah “Across the Universe” dan “Yesterday”.
Across the Universe, bercerita tentang sekelompok anak muda di era ’60-70an. Ceritanya tentang pencarian diri, pemberontakan terhadap kemapanan dan protes terhadap peperangan. Nama tokoh-tokohnya seperti nama-nama dalam lagu-lagu Beatles. Jude, Prudence, (Sexy) Sadie, dll. Bono (U2) tampil sekelebat sebagai semacam bintang tamu.
Film lain, berjudul “Yesterday”. Idenya agak unik. Seorang remaja (entah kenapa memakai aktor India – mungkin aktor ini sedang ngetop saja), sangat menggandrungi lagu-lagu Beatles. Dia kerap membawakannya di tempat-tempat umum. Tapi anehnya orang mengelu-elukannya. Semua orang tak tahu, bahwa yang dinyanyikannya adalah lagu-lagu Beatles? Orang-orang lupa, atau…Penasaran dia googling. Ternyata tak ada informasi sedikit pun tentang band bernama The Beatles!
Dulu, kantor kami punya acara namanya: “After Six”. Iseng nyanyi-nyanyi sore di kantin kantor setelah kerja, sebulan sekali. Suatu kali, temanya Beatles. Ada teman jago main gitar. Dia teman akrab yang sudah tak sekantor, tapi sering datang menjemput istrinya. Permainan gitarnya sih tak aku ragukan, tapi: “Elo tahu lagu Beatles?”
“Tahu, bahkan bisalaah, beberapa lagu. Elo mau nyanyi?”
Lalu begitu saja aku minta dia mengiringiku menyanyikan dua lagu. “Let it be” dan “Come Together”. Baru satu lagu, dia bilang: “Tadi Aries tanya gw, mau gak ngiringin dia nyanyi. Lalu tanpa latihan, kami sepakat dan begitu saja tampil. Penonton berteriak: “Bohooong!”. Teriakan itu aku anggap sebagai tanda kagum…(hahahaaaa).
Kembali ke film “Kembali” (“Get Back”). Film dokumentasi garapan Peter Jackson ini pasti bagus. Uuh, sok tahu, belum nonton sdh bilang bagus. Paling sedikit, ada 2 orang teman yang bilang film ini bagus.
Yang pertama, data-data tentang musik di kepalanya sudah seperti ensiklopedi dan dia doyan nonton film. Yang satu lagi, seorang penulis film yg bisa nonton mungkin sehari 5-6 film. Dan.., sutradara yang sudah membuat banyak banget film, di antaranya film “Kingkong” dan “Lords of the Ring”,
.. gak mungkin doong bikin film dokumenter, ecek-ecek? Atau…
(Aries Tanjung)