Gunung Semeru, Paku Pulo Jawa (2)

Pulau Jawa harus dipaku agar tak lagi terombang-ambing. Caranya? Pindahkan sebagian dari Gunung Meru di India ke Pulau Jawa. Untuk dapat memindahkannya, beberapa dewa mengubah diri.

Oleh HERYUS SAPUTRO SAMHUDI

GUNUNG Semeru yang sedang jadi trending topic, nyatanya juga hidup dalam dongeng, menjadi bagian dari tradisi lisan Nusantara, yang hingga kini masih bisa dikisahkan dengan lancar oleh para puak budaya Suku Tengger, suku asli yang sejak beberapa abad silam menghuni paparan hutan dan gunung di sekitar kawasan Taman Nasional Bromo-Tengger-Semeru di Jawa Timur.

Dikisahkan bahwa di awal zaman penciptaan, keadaan bumi agak miring karena Gunung Meru, yang terdapat di India, terlalu berat. Hal ini menjadikan Pulau Jawa yang terapung di lautan luas menjadi tidak stabil dan mudah diombang-ambingkan ombak Segara Kidul yang ganas. Kondisi ini membuat para dewa menggelar rapat darurat, untuk menemukan solusi agar Pulau Jawa tak megal-megol ibarat sampan.

Rapat memutuskan, Pulau Jawa harus dipaku agar tak lagi terombang-ambing. Caranya? Pindahkan sebagian dari Gunung Meru di India ke Pulau Jawa. Untuk dapat memindahkannya, beberapa dewa mengubah diri. Brahma menjelma menjadi seekor ular naga yang sangat panjang, sedangkan Wisnu berubah diri menjadi seekor kura-kura raksasa.

Kedua pelaksana tugas terbang ke India, dan memotes sebagian dari puncak Meru, yang potongan itu lantas diletakkan di punggung Wisnu, yang sudah bersalin rupa menjadi kura-kura raksasa. Agar tak jatuh atau menggelinding di tengah jalan, Brahma melilitnya kuat-kuat. Sepenuh hati mereka berenang dan mengangkutnya ke Pulau Jawa di Segara Kidul dunia.

Sesampainya di Pulau Jawa, mereka meletakkan potongan Meru itu di bagian barat Pulau Jawa. Namun, ini membuat Pulau Jawa tidak seimbang, karena bagian timurnya jadi mencuat dan terangkat ke atas.

Rapat Kadewan pun kembali digelar. Setelah melalui proses diskusi yang panjang dan melelahkan, akhirnya disepakati untuk memindahkan potongan tersebut ke timur Pulau Jawa.

Dalam perjalanan darat menuju timur itu, konon ada bagian-bagian dari potongan Meru yang sempal dan tercecer sehingga membentuk barisan pegunungan dari barat ke timur.

Namun, ketika sampai di timur, dan potongan ditempatkan, Pulau Jawa tetap saja miring. Terpaksa sidang memotong lagi sebagian dari gunung tersebut dan menempatkannya di bagian barat laut potongan utama.

Sesudahnya, Pulau Jawa pun jadi seimbang dan tak lagi terombang-ambing di lautan.

Konon, potongan Meru yang diletakkan di barat laut ini akhirnya membentuk Gunung Penanggungan atau Pawitra. Sedangkan potongan utama dari Gunung Meru kini dikenal sebagai Semeru atau Mahameru

Legenda “Paku Pulo Jawa” ini tertera pada kitab “lontar” kuno Tangtu Pagelaran, dari masa akhir Majalahit abad ke-15 Masehi. Beberapa tahun lalu, legenda ini dikutip almarhum Rudy Badil (seorang dari pendiri kelompok Mahasiswa Pencinta Alam Universitas Indonesia (Mapala-UI) yang bersama kawan-kawannya menulis buku Soe Hok Gie Sekali Lagi: Buku, Pesta, dan Cinta di Alam Bangsanya. ***

05/12/2021 PK 21:06 WIB

Avatar photo

About Heryus Saputro

Penjelajah Indonesia, jurnalis anggota PWI Jakarta, penyair dan penulis buku dan masalah-masalah sosial budaya, pariwisata dan lingkungan hidup Wartawan Femina 1985 - 2010. Menerima 16 peeghargaan menulis, termasuk 4 hadiah jurnalistik PWI Jaya - ADINEGORO. Sudah menilis sendiri 9 buah buku.