Seide.id – Penangkapan yang terjadi dinihari di halaman rumah tokoh betawi MH. Thamrin, keruan membuat tuan rumah merasa tidak enak hati kepada Soekarno.
Sebagai anggota Volksraad (Dewan Rakyat), MH. Thamrin sama sekali tidak tahu alasan Polisi Belanda menangkap tamunya itu. Ia akan mempermasalahkan hal ini di sidang Volksraad berikutnya.
Polisi yang tak memiliki izin memasuki rumah Thamrin, meminta berbicara dengan Soekarno di luar rumah Thamrin. Setelah Soekarno keluar saat itulah kemudian ia ditangkap. Keributan kecil sempat terjadi. Sebelum dibawa polisi, secara diam-diam Thamrin menyelipkan amplop berisi uang untuk istri Soekarno. Naas, polisi melihat amplop itu dan menyitanya.
Padalarang
Esok harinya, pagi-pagi, tokoh pejuang kemerdekaan itu dibawa dengan naik kereta api menuju Bandung.
Mengingat kepopuleran Soekarno, Belanda takut terjadi huru-hara bila tokoh besar itu turun di stasiun Bandung. Karenanya, Soekarno lalu diturunkan di stasiun Padalarang. Selanjutnya perjalanan diteruskan memakai mobil dan -diam-diam- langsung menuju penjara Sukamiskin sekitar pukul 10.
Agaknya kali ini Soekarno ditangkap Belanda karena ia menerbitkan brosur yang berisi tulisan kritisnya, berjudul ‘Mencapai Indonesia Merdeka’. Tulisan itu juga pernah dimuat dalam majalah Fikiran Ra’jat, majalah politik populer yang juga didirikan oleh Soekarno.
Pihak penguasa Belanda menilai tulisan itu sangat berbahaya, karena akan menimbulkan sikap kebencian terhadap Belanda. Selain itu, para pemuda pribumi juga akan semakin sadar pada jati diri kebangsaannya dan bisa membuat mereka memberontak melawan Belanda.
Telegram ke daerah
Karena itu, setelah Soekarno dipenjara di Sukamiskin, pihak kantor Gubernur Jendral Belanda di Batavia segera mengirim nota telegram ke daerah-daerah yang isinya:
- Melarang pertemuan-pertemuan yang diselenggarakan oleh Partai Indonesia (Partindo), sebab tujuan partai ini adalah untuk mencapai Indonesia merdeka dengan menjalankan politik non-kooperasi terhadap pemerintahan Belanda.
- Polisi diminta segera menyita brosur yang berisi buah pikiran Soekarno, ‘Mencapai Indonesia Merdeka’.
Telegram ini segera disambut gerak cepat polisi di daerah.
Kantor Partindo Bandung digeledah dan polisi menyita sekitar 3.000 brosur dari sana. Toko-toko buku juga dirazia.
Di Surabaya polisi menyerbu toko buku Trami dan menyita 15 brosur. Toko ini kemarin menadapt jatah 100 brosur untuk dijual, dan telah berhasil menjual 85 buah.
Di Semarang polisi juga menggerebek kantor Partindo dan menangkap beberapa anggota partai karena kebetulan sedang ada pertemuan.
Meski Soekarno ada di penjara, namun pengaruhnya sangat besar diluar. Buah pikirannya terus dibagikan secara diam-diam.
Dibuang ke Ende, Flores
Khawatir gejolak semakin membesar, pada tanggal 28 Desember 1933, Gubernur Jenderal Pemerintah Kolonial Hindia Belanda, De Jonge, akhirnya mengeluarkan surat keputusan pengasingan Ir.Soekarno ke Ende, Flores.
Kapal KM van Riebeeck bertolak dari Surabaya menuju Ende dengan membawa Soekarno dan istrinya Inggit Garnasih, Ratna Djuami (anak angkat), serta mertuanya, Ibu Amsi.
Setelah berlayar selama delapan hari, mereka tiba di Pelabuhan Ende.
Di Ende Soekarno dan keluarga ditampung di rumah Haji Abdullah Amburawu, yang terletak di di Kampung Ambugaga, Kelurahan Kotaraja.
Di Ende inilah, di bawah pohon Sukun yang menghadap ke laut, Bapak Bangsa ini kemudian merenungkan dan merumuskan pemikirannya yang kemudian ia beri nama Pancasila, sebuah fondasi dan pedoman yang berisi lima sila untuk kehidupan berbangsa dan bernegara di Negara Kesatuan Republik Indonesia. (gun)