Hartono Prapanca Sang Legenda (1)

MEMPERTEMUKAN PEBISNIS, PEJABAT DAN WANITA CANTIK

Hartono saat menghadiri sidang gugatan Planet Bali terhadap Bank Artha Graha di Pengadilan Negeri Denpasar masih 30 Agustus 2001. foto : Screenshoot SCTV

Oleh Dimas Supriyanto

BEBERAPA fesbuker dari generasi 1980-‘90an, memposting tentang meningalnya Hartono Prapanca, dan warga ibukota jadul lainnya terkesiap seraya mendoakan semoga dimaafkan segala dosanya. Tapi setelah itu bergunjing tentang apa yang dilakukan Hartono pada masanya, sambil senyum senyum  dan cekikikan. Sama sama tahu.

Hartono adalah sosok legenda. Nama lengkapnya Hartono Setyawan tapi lebih dikenal sebagai Hartono Prapanca, karena dia pemilik istana di Jl. Prapanca Raya Blok P III/4 – Kebayoran Baru, Jakarta – hunian para “bidadari”. Saya sendiri belum pernah ketemu. Sering lewat ke sana, tapi lupa apa pernah masuk ke istananya atau tidak.

Hartono adalah pemilik hiburan pria dewasa kelas elit, – hiburan papan atas, yang praktik bertahun tahun. Relasinya para pejabat tinggi era  Orde Baru. Dan tentu saja para pengusaha yang berkepentingan.  Tarif anak buahnya mencapai Rp. 5 juta – angka yang fantastis di tahun 1980-an.

Service pejabat dengan hadiah, komisi, dan wanita sudah kelaziman sejak zaman dulu kala – dan bertahan sampai kini. Hartono adalah penyedia layanan itu.

Semasa masih di liputan kriminal, sebagai reporter baru, saya menandai, hampir setiap ada pergantian Kapolda Metro Jaya,  istana Hartono di Jl. Prapanca Raya yang 500 m2 itu digerebeg. Namun tak lama kemudian eksis lagi. Belakangan diketahui, penggerebegan itu cuma “pemberitahuan” adanya pergantian meja setoran – yang kalau untuk sebutan  masa kini –  pengumuman ganti nomor rekening.

Tahu gelagat, Hartono Prapanca kemudian memberi service dan mendapatkan perlindungan dari aparat. Barang tentu sekelas jendral, baik baju hijau maupun coklat.

Hartono legenda dari Jl. Prapanca III/4 Kebayoran Baru – Jakarta, dalam kenangan seorang client-nya. Bisnisnya mengalami “panen besar” saat KTT Non Blok 1992 di Jakarta dan berekspansi ke berbagai kota, sampai kemudian terpuruk di Bali (foto FB)

SEIRING WAKTU, setelah jurnalis film, dari istana Hartono ada pergunjingan seputar “artis alumni Prapanca”, dan “Prapanca menampung artis”. Mana yang benar, tak jelas. Bisa saja gosip, bisa benar keduanya. Karena keduanya mungkin dan terjadi.

Maksudnya, anak buah Hartono Prapanca memang secantik artis – khususnya secantik artis film. Kebetulan memang ada beberapa nama artis film kondang yang digosipkan sebagai “Alumni Prapanca”. Sebaliknya ada juga artis yang tak sukses, karirnya nanggung, tapi sudah terlanjur ngartis – sudah populer dan masuk majalah, hingga diam diam “nyantri” dan gabung di sana, di Prapanca.

Sebagian bidadari koleksi Hartono Prapanca menjalani operasi plastik. Difasilitasi dan didandani oleh Hartono, tentu saja. Operasi plastik merupakan hal baru di era 1980-90an. Dan terus berlanjut hingga kini. Atas inisiatif sendiri maupun perintah Papi.

Hartono punya kemampuan melihat talent yang bisa dipoles dan naik kelas.  Selain memoles fisiknya dengan operasi plastik, juga menyekolakan di lembaga yang khusus megajar penampilan. Pada masa itu populer John Robert Power (JRP). Di sana siswa diajari bagaimana tampil, dandan, bicara, table manner, gaul dengan kalangan atas, jalan bak peragawati. Pokoknya paripurna. Disulap jadi wanita berkelas.

Hartono yang konon memulai bisnis esek esek dari bawah, dikenal hati-hati, tak melepas anak buah ke client, sebelum sempurna penampilannya.   Itu sebabnya, mereka secantik bidadari. Selain itu kabarnya dia rajin “mencolok” jarinya, ke itu bidadari, untuk memastikan “produk”nya aman. Tidak kena penyakit.

SISI lain dari cerita Hartono dari polisi yang bocor ke saya. Di kalangan anak buahnya, dia dikenal sebagai “Malaikat Penyelamat” alias  “Dewa Penolong”.

Prapanca Raya III/ 4 bukan hanya tempat perempuan nakal yang ingin hidup enak dengan menjual kecantikan dan mengandalkan tubuhnya di kota metropolitan yang keras ini. Prapanca juga tempat tumpuhan bagi isteri yang ditinggal suami, atau tiang rumah tangga ambruk, karena kepala rumah tangga kehilangan pekerjaan, usaha bangkrut. Suami sakit, dan sebagainya.

Prapanca adalah harapan bagi perempuan cantik yang memiliki banyak adik, tapi orangtua tak mampu menghidupi mereka lagi.

Banyak perempuan direkrut oleh Hartono. Namun menurut pengakuan Hartono, banyak perempuan cantik  yang datang melamar atas keinginannya sendiri.

“Biarlah saya saja yang berkorban. Kerja di sini, yang penting adik adik saya selamat, tidak kelaparan, bisa sekolah. Tidak jadi anak jalanan dan jadi penjahat. Mereka tidak usah tahu saya kerja apa, “ kata seorang di antara, sebagaimana pengakuan Hartono yang  dibocorkan kepada polisi yang memeriksa.

Tak ada orangtua dan kakak perempuan yang tega melihat adik adiknya susah, serba kekurangan. Ketika ketrampilan tak punya, pendidikan pas pasan,  dan memiliki wajah bak model, maka peluang gabung ke orang orang seperti Hartono terbuka. Dan itu banyak terjadi.

Hartono puin selalu menasehati anak buah agar rajin menabung dan bantu keluarga. Bahkan mereka difasilitasi kendaraan, kredit atas namanya.

Hartono tentu tak sendirian. Ada banyak “Papi” dan “Mami” seperti dia  pada masanya. Tapi memang  dialah Sang Legenda.  

Dia dikenal ramah dan royal pada orang orang kecil. Anak buahnya yang sakit dari bagian mana pun juga dibezuknya dan diberikan yang pengobatan.

Tahun 1992 berlangsung KTT Non Blok di Jakarta. Hartono Prapanca menanggung untung besar. Anak buahnya dibooking untuk menemani delegasi dari berbagai yang datang. Dari sana Hartono mengembangkan bisnisnya ke berbagai kota . Bahkan membangun Planet Bali, sebagai One Stop Interntaintment di pulau dewata itu. (Bersambung)

Avatar photo

About Supriyanto Martosuwito

Menjadi jurnalis di media perkotaan, sejak 1984, reporter hingga 1992, Redpel majalah/tabloid Film hingga 2002, Pemred majalah wanita Prodo, Pemred portal IndonesiaSelebriti.com. Sejak 2004, kembali ke Pos Kota grup, hingga 2020. Kini mengelola Seide.id.