Oleh SYAEFUDIN SIMON
30 Juli adalah tanggal ulang tahunnya. Usianya kepala lima. Aku ingin mengucapkan Happy Birthday untuk Kang Hasan — panggilan akrab Hasan Aoni Azis — seorang aktivis kemanusiaan, pendongeng, dan teman wong cilik.
Aku mengenal nama Kang Hasan satu tahun lalu ketika menyusun buku biografi Arief Budiman (ilmuwan cum aktivis sosial yang pernah dipenjara dan dikucilkan rejim Orba).
Kang Hasan mengirim satu artikel untuk buku “Idealisme & Kearifan Arief Budiman” dengan judul ‘Arief Budiman Melukis Indonesia‘. Ia memberikan identitas dirinya, pendiri Omah Dongeng Marwah.
Aku langsung tertarik dengan identitas dirinya, pendiri omah dongeng. Batinku, Kang Hasan pastilah seorang pendongeng, manusia imajinatif, yang membuka cakrawala anak manusia.
Aku amat suka dengan dongeng. Aku bercita-cita jadi penulis karena waktu kecil, nenekku Saodah, sering mendongeng menjelang tidur.
Yang paling aku ingat, nenek mendongeng tentang petani kecil yang bercita-cita menyunting putri raja, yang hampir tiap malam diulang-ulang menjelang aku tidur. Petani kere yang menyunting putri raja cantik jelas mustahil. Tapi Tuhan menggenapi keinginan petani kecil itu, melalui caraNya yang seperti dongeng.
Konon, suatu ketika, seorang raja yang punya putri amat cantik, mengadakan sayembara. Siapa pun orangnya, bisa menyunting putri raja, asal mampu membawa 1000 keping emas ke istana.
Tak ada orang yang sanggup memenuhi sayembara itu. Tetiba raja sidak ke perkampungan untuk melihat ladang dan sawah petani. Saat raja datang ke kebun tanaman labu milik pemuda Fulan yang miskin, raja tertarik dengan labu kuning di kebunnya. Melihat raja tertarik dengan labu kuning yang besar dan bagus tadi, Fulan mempersilahkan sang raja untuk memetiknya dan dibawa ke istana. Singkat cerita, ketika raja membelah labu itu, ternyata isinya 1000 keping emas. Raja pun kaget bukan main. Teringat sayembaranya.
“Rupanya petani kere ini calon menantuku,” gumam Raja. Raja pun memanggil sang petani miskin, lalu dinikahkan dengan putrinya.
Kelak ternyata diketahui, petani miskin itu sebetulnya putra raja sendiri yang “hilang” ketika terjadi peperangan. Sedangkan sang putri sesungguhnya anak pungut raja. Saat sang raja pulang dari peperangan, di tengah jalan ia menemukan seorang bayi perempuan yang cantik tergeletak di pinggir jalan. Ia pun memungut bayi itu dan membesarkannya di istana seperti anaknya sendiri.
Begitulah imajinasi dongeng. Indah dan mencengangkan. Begitu pula yang terbayang tentang kehidupan Hasan Aoni, pendongeng dan pendiri Omah Dongeng Marwah.
Meski aku belum kenal dan sekali pun belum pernah bertatap muka langsung dengan Kang Hasan, aku sering ngobrol lewat telpon. Tentang berbagai masalah yng mirip dongeng.
Suara Kang Hasan bagus sekali di telpon. Empuk dan renyah. Pas sekali untuk mendongeng. Saya yakin, anak-anak akan betah mendengar dongeng Kang Hasan di Omah Dongeng Marwah.
Ketika saya mendikler terpapar Covid-19 di FB, Kang Hasan yang belum pernah bertatap muka dengan saya di darat itu, mengirimkan berbagai macam obat herbal. Salah satunya rokok plus pipanya untuk menikmati asap.
Rokok untuk penyembuh Covid? Jelas seperti dongeng. Ini rokok istimewa Mas Simon. Bukan rokok biasa. Racikannya spesial dan sudah dipertanggungjawabkan secara ilmiah. Asapnya bisa membunuh virus. Jelas Kang Hasan.
Nah lo. Dongeng lagi. Mosok asap rokok bisa membunuh virus? Aku tertawa. Ia pun serius menjelaskan apa saja kandungan rokok istimewanya sehingga mampu menyingkirkan virus di saluran pernafasan.
Mas Simon, jelas Kang Hasan di telpon, fakta menunjukkan, hampir semua orang yang umurnya paling tua di dunia adalah perokok.
Guinnness World Record, mencatat, orang tertua di dunia yang pernah hidup adalah wanita asal Perancis berusia 122 tahun, bernama Jeanne Louise Calment. Jeanne perokok berat sejak usia 21 tahun.
Fredie Blom, pria asal Afrika Selatan juga tercatat sebagai salah satu pria tertua di dunia setelah merayakan ulang tahunnya yang ke-116, Jumat (8/5/2020) lalu. Fredie adalah perokok berat sejak kecil.
Yang paling fantastis adalah Mbah Gotho, manusia tertua asal Seragen, Jateng, yang meninggal di usia 146 tahun. Sodimejo – nama kecil Mbah Gotho — tulis The Guardian, Selasa (2/5/2017), lahir 31Desember 1870. Mbah meninggal, Minggu (30/4/2017). Mbah Gotoho adalah perokok berat.
Kok fakta lapangan tak sesuai kampanye antirokok? Kang Hasan yang pernah menjadi Sekjen sebuah organisasi industri rokok nasional — menjelaskan, begitulah “jahatnya” persaingan dunia bisnis. Bisnis rokok itu menggiurkan.
Korporasi internasional tertarik dengan industri rokok Indonesia yang terus berkembang. Dengan segala macam cara, korporasi besar mendiskreditkan rokok yang berbahan baku tembakau. Mereka tak hanya kampanye melalui iklan dan membayar LSM Antirokok, tapi juga menyuap politisi untuk mengganyang rokok tembakau dengan undang-undang.
Hasilnya? Industri rokok nasional pun kelimpungan. Setelah itu, korporasi asing mengakuisisi pabrik rokoknya. BAT (British American Tobacco) mencaplok PT Bentoel Internasional; Philip Morris mencaplok PT HM Sampoerna, dan lain-lain.
Kedua korporasi asing ini, tentu saja, lebih suka membuat rokok yang tembakaunya ditanam sendiri. Bahkan tak sedikit yang memakai tembakau imitasi. Menyakitkan. Akibatnya petani tembakau lokal pun banyak yang bangkrut. Melarang atau membatasi rokok di Indonesia, hanya menguntungkan industri rokok asing dan menyengsarakan petani kecil tembakau — kata Kang Hasan.
Mas Simon, sains modern sekarang membuktikan, penyakit yang diderita manusia itu spesifik dan obatnya spesifik — semuanya tertera dalam kode-kode genetik di DNA.
Kenapa Jeanne, Fredie, dan Mbah Gotho berusia panjang tersebab rokok, mungkin kode genetiknya kompatibel dengan asap rokok. Kompatibelitas ini pun muncul karena evolusi yang panjang di suatu komunitas. Jika pria Jawa yang merokok dan perempuan Jawa yang menginang berumur panjang, itulah hasil evolusi genetik. Itulah hukum alam. Karena itu melarang orang merokok adalah absurd.
Aku pun manggut-manggut dengan penjelasan Kang Hasan. Meski aku bukan perokok, penjelasan Kang Hasan masuk akal. Kali ini, Kang Hasan tidak sedang mendongeng, meski suaranya tetaplah seperti orang mendongeng. Enak didengar.
Kang Hasan memang imjinatif. Jangankan mempertanyakan iklan “rokok membunuhmu” yang dipaksakan, ia pun mempertanyakan, kenapa dia menjadi manusia.
Yang terakhir ini terungkap dalam lagu ciptaan anaknya sendiri (Tsaqiva Kinasih, lihat di Youtube), yang tentu terinspirasi gaya hidup ayahnya, berjudul “Menjadi Manusia”. Lagu itu sengaja diciptakan Tsaqiva untuk hadiah ulang tahun sang ayah, Hasan Aoni, manusia istimewa ini.
Happy Birthday Kang Hasan Aoni. Semoga selalu sehat dan terus menginspirasi.