Seide.id – Dalam hubungan suami-istri, yang kerap membuat suami atau istri tersinggung adalah penolakan kasar dari pasangan untuk berhubungan intim.
“Enggak mau ah!” contohnya, sambil buru-buru membalikkan badan memunggungi pasangan.
Coba introspeksi diri. Apa yang kita rasakan kalau ada keinginan yang sangat lalu terpatahkan begitu saja?
Apa rasanya saat kita tengah kehausan ingin minum, lantas gelas berisi air minum yang sudah tersodor di depan mata malah disingkirkan?
Meski mungkin niatnya cuma bergurau, sakit hati sekali, bukan?
Begitu juga dengan dorongan seksual yang memunculkan rasa frustrasi yang pasti bakal berakhir dengan perang dingin antara suami-istri.
Jangan ingkar
Itulah mengapa, seperti halnya dalam aspek kehidupan lain, selalu pegang teguh janji yang telah dibuat.
Jangan sampai hanya obral janji enteng mengatakan, “Besok pagi,” atau ,”Nanti malam ” namun tak pernah ada realisasi.
Mestinya, keesokan harinya, pagi-pagi sekali, selagi suami atau istri belum bangun, pasangan yang berinisiatif mencumbu lebih dulu.
Jangan sampai istri atau suami enggan menunjukkan hal semacam itu dan malah bergirang hati bila pasangan lupa menagih janji.
Jangan sampai pula ada pemaksaan dari suami atau keterpaksaan dari istri.
Kalau melakukannya sekadar sebagai kewajiban, apalah artinya? Baik suami maupun istri sama sekali tak bisa menikmati sepenuhnya.
Yang ada justru keterpaksaan yang membuat mereka berdua merasa ogah sekaligus terbebani.
Terlibat penuh
Nah, agar aktivitas seksual tak menjadi beban buat suami maupun istri, pemahaman tentang hal tersebut harus datang dari keduanya.
Artinya, suami pun harus tahu dan dilibatkan sepenuhnya. Di sinilah perlunya suami-istri berlatih membina komunikasi seksual. Kemukakan apa yang dimaui dan yang mereka tidak senangi.
Ingat, meski sudah menikah belasan atau bahkan puluhan tahun, bukan jaminan lho pasangan bakal tahu segalanya tentang yang diinginkan dan diperlukan.
Seharusnya memang dikomunikasikan. bersama sebagai pasangan. Dari sinilah proses interaksi dan kualitas hubungan suami-istri akan terus terbina.
Bila komunikasi sudah terjalin, biasanya rasa malu dan segala bentuk ketidaktahuan pun akan tersingkir.
Terlebih, karena sebagian perempuan tak memiliki bekal pengetahuan yang benar saat memasuki gerbang perkawinan. Sementara, para pria mungkin mendapat pelajaran gratis dari pengalaman mimpi basah, contohnya.
Tak heran, kalau pengetahuan sebagian perempuan tentang hal-hal yang berkaitan dengan kondisi seksual diri mereka sendiri sangat minim, sehingga terbelenggu pada mitos-mitos yang ada. (Puspayanti, kontributor)